Rabu 25 Nov 2015 11:13 WIB

Rupiah Menguat Rp 13.674 per Dolar AS

Red: Nur Aini
Pekerja memperlihatkan kartu e-money berlogo Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 'Cinta Non-Tunai, Cinta Rupiah' di pusat perbelanjaan, Jakarta, Kamis (19/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Pekerja memperlihatkan kartu e-money berlogo Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 'Cinta Non-Tunai, Cinta Rupiah' di pusat perbelanjaan, Jakarta, Kamis (19/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (25/11) bergerak menguat 44 poin menjadi Rp 13.674 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 13.718 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah masih mampu bergerak di area positif seiring dengan masih adanya harapan dari ekonomi Indonesia, sedianya data ekonomi domestik akan dirilis pada awal Desember mendatang," kata pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Rabu (25/11).

Ia menambahkan bahwa inflasi November tahun ini diperkirakan masih terjaga di kisaran rendah. Bank Indonesia memprediksi inflasi sepanjang 2015 berpotensi berada di bawah tiga persen (yoy) yang didorong berlanjutnya stabilitas komponen bahan pangan atau volatile food dan hilangnya efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Meski mata uang rupiah menguat terhadap dolar AS, Rully Nova mengatakan bahwa pelaku pasar uang juga tetap mewaspadai potensi pembalikan arah rupiah ke area negatif menyusul laju mayoritas mata uang di kawasan Asia cenderung tertekan terhadap dolar AS. "Kondisi mata uang di kawasan Asia yang tertekan terhadap dolar AS dapat membuat laju nilai tukar rupiah rentan mengalami koreksi," katanya.

Ia mengharapkan bahwa data ekonomi Indonesia sesuai dengan harapan pasar sehingga menjaga fluktuasi mata uang rupiah terhadap dolar AS di kisaran stabil.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa pergerakan pasar pada Rabu ini diproyeksikan dipengaruhi oleh peristiwa geopolitik, setelah angkatan udara Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia. Hal itu kemungkinan dapat memanaskan kembali hubungan Barat dengan Rusia di tengah pergejolakan di Suriah. "Pelaku pasar akan menempatkan dananya pada aset yang dinilai aman (safe haven) di tengah peristiwa geopolitik, dalam hal ini dolar AS masih menjadi aset safe haven," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement