REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegaduhan politik karena pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh pimpinan DPR demi meminta jatah saham kepada PT Freeport Indonesia seolah menutupi isu divestasi perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat (AS) yang mandeg.
Lebih dari satu bulan sejak tenggat waktu penawaran saham Freeport kepada pemerintah, pihak Freeport belum juga menawarkan saham secara resmi kepada pemerintah. Freeport hingga saat ini baru mengirimkan surat komitmen untuk melakukan divestasi, namun belum menawarkan saham beserta besaran harga yang ditawarkan.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, Freeport harus tawarkan sahamnya kepada Pemerintah Indonesia. Satu tahun setelah terbit peraturan tersebut, sebesar 20 persen saham harus ditawarkan.
Saat ini sebesar 9,36 saham Freeport Indonesia sudah dimiliki Pemerintah Indonesia. Sementara kewajiban Freeport Indonesia untuk menjual sahamnya ke Pemerintah Indonesia tinggal 10,64 persen.
"Saat ini belum sampaikan tawarkan itu. Mereka masih hitung berdasarkan asumsi mereka. Perkembangan harga sampai ke depan seperti apa. Paling tidak Freeport harus tawarkan dan lakukan pembahasan. Sampai saat ini belum tawarkan. Mereka masih hitung dengan segala asumsi," jelas Bambang, Rabu (18/11).
Sementara itu, VP Corporate Communication Freeport Riza Pratama menegaskan bahwa pihaknya tetap akan melakukan divestasi. "Kami konsisten menyampaikan kepada pemerintah untuk divestasi dengan nilai wajar," katanya.