Rabu 11 Nov 2015 08:52 WIB

BSM Fokus Bisnis Mikro dan Konsumer

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Karyawan melayani nasabah di Banking Hall Gedung Bank Syariah Mandiri (BSM), Jakarta, Rabu (30/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawan melayani nasabah di Banking Hall Gedung Bank Syariah Mandiri (BSM), Jakarta, Rabu (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) fokus pada bisnis pembiayaan mikro dan konsumer untuk menjaga bisnis tetap tumbuh.

Direktur Utama BSM Agus Sudiarto mengakui bisnis pembiayaan mikro dan konsumer BSM tumbuh dengan baik. Ke depan, BSM akan fokus ke dua segmen ritel ini. Sementara bisnis wholesale akan tetap didorong tumbuh dengan kolaborasi bersama induk.

Dari segi kualitas, rasio pembiayaan bermasalah (NPF) mikro dan konsumer juga lebih baik dari sektor lain. NPF pembiayaan mikro 4,3 persen dan konsumer juga sekitar empat persen.

Bahkan NPF pembiayaan konsumer untuk gadai emas di bawah satu persen. Meski diakuinya, perlu ada pembenahan di wholesale banking dan bisnis banking.

''Karena itu, kamu inginnya kebijakan rasio pembiayaan terhadap nilai jaminan (FTV) yang bersyarat NPF gross lima persen, kalau bisa menggunakan NPF per segmen saja,'' ungkap Agus, belum lama ini.

Secara agregat NPF BSM saat ini 6,8 persen. Sampai akhir tahun, Agus menyatakan BSM berupaya agar kualitas pembiayaan jadi lebih baik dan NPF bisa ditekan.

Ke depan, BSM akan memilih segmen dengan rasio aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) rendah seperti segmen mikro agar tidak menekan modal. Posisi kecukupan modal (CAR) BSM per September 2015 sebesar 11,8 persen.

Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya menyatakan bisnis pembiayaan mikro tumbuh baik sebesar Rp 800 miliar dan wholesale Rp 1 triliun dalam tiga kuartal pada 2015 ini. Pertumbuhan segmen usaha kecil menengah (UKM) justru datar dan ada pula segmen yang turun.

Saat ini, business banking juga ditahan dulu. Pembiayaan segmen tengah ini antara Rp 1-5 miliar. ''Business banking ini didominasi pengusaha di masa dari kecil ke besar. Nasabah kecil di mikro justru mudah dijaga mereka rutin mencicil,'' ungkap Agus.

Dari sisi pembiayaan secara agregat masih konsolidasi, dengan pertumbuhan per September sebesar Rp 50,6 triliun sekitar tiga persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara akhir 2014, pertumbuhan sekitar empat hingga lima persen.

Ada perbaikan pada biaya dana (cost of fund) menjadi 4,2 persen pada September 2015 dibanding akhir tahun lalu sebesar 4,4 persen. Biaya overhead juga turun dari 10,2 persen menjadi delapan persen.

''Kami juga punya mekanisme penghentian saat bisnis sudah terdorong ke level NPF tertentu untuk dievaluasi. Mekanisme ini juga diterapkan per produk,'' ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement