Jumat 06 Nov 2015 22:07 WIB

BI tak Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi

Rep: Binti Sholikah/ Red: Djibril Muhammad
Agus Martowardojo
Foto: Republika/ Wihdan
Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2015 secara keseluruhan (full year) di kisaran 4,7-5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di batas bawah dari target tersebut. Pada akhir 2016, pertumbuhan ekonomi ditargetkan di kisaran 5,2-5,6 persen.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen tidak seperti yang diperkirakan Bank Indonesia sebesar 4,85 persen. Hal itu terutama dipengaruhi ekspor yang masih terkoreksi.

Indeks harga komoditas Indonesia yang tadinya diperkirakan bakal terjadi koreksi harga 11 persen ternyata terkoreksi sebesar 16 persen. Artinya harga komoditas masih tertekan termasuk komoditas unggulan Indonesia.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi kuartal III bersumber dari pengeluaran pemerintah dan konsumsi domestik. Meskipun tidak sesuai dengan ekspektasi BI, jika dibandingkan dengan kuartal II yang sebesar 4,67 persen, pertumbuhan ekonomi di kuartal III menunjukkan perbaikan.

"Kita sekarang ini prediksi untuk 2015 antara 4,7-5,1 persen, tentu kita harapkan akan ada pengeluaran pemerintah yang baik di kuartal keempat, dan juga swasta yang akan melakukan investasi dan akan melakukan upaya untuk mendorong ekonomi kita," jelasnya kepada wartawan di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Jumat (6/11).

Agus menambahkan, jika pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama sampai ketiga ada di kisaran 4,7 persen, setinggi-tingginya di kuartal keempat akan ada di batas menengah ke bawah dari target 4,7-5,1 persen untuk keseluruhan tahun.

Di sisi lain, dampak dari ekonomi dunia masih perlu diwaspadai. BI melihat ada salah satu ratting agency yang menyatakan sumber yang perlu diwaspadai ke depan adalah perkembangan ekonomi Cina dan AS, di mana ada kecenderungan suku bunga AS akan naik tahun ini. Dua risiko utama itu dinilai akan banyak berdampak pada negara di dunia.

"Jadi kita perlu waspada. Yang paling perlu kita perhatikan risiko capital reversal, risiko ada pergerakan dana dari negara berkembang ke negata maju," ucapnya.

Sejauh ini, Bank Indonesia menyambut baik perkembangan neraca pedagangan dan transaksi berjalan yang defisitnya sudah lebih kecil. Di samping itu, yang harus diperhatikan pemerintah yakni neraca transaksi modal dan finansial. Karena adanya risiko capital outflow yang bisa menekan neraca modal dan finansial.

Agus menyebutkan, dari Januari sampai Oktober 2015, dana asing yang masuk ke Indonesia sebesar Rp 33 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar Rp 130 triliun. Adanya penurunan tersebut berdampak pada neraca pembayaran secara keseluruhan.

Di samping itu, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dinilai sudah mendapat respons dari dunia. Paket kebijakan VI memuat tentang kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diberikan kesempatan untuk memperoleh fasilitas fiskal.

Kebijakan tersebut dinilai sangat positif. Sebab, seandainya suasana mendukung investasi sudah membaik di Indonesia, tapi jika tidak ada kawasan ekonomi khusus yang siap menerima investasi, hasilnya tidak akan optimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement