REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana bergabungnya Indonesia dengan kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans-Pasific atau Trans-Pacific Partnership (TPP) yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) menuai beragam tanggapan.
Direktur Kajian Ekonomi dan Bisnis Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Kusfiardi menilai, pemerintah tidak memiliki pertimbangan matang untuk bergabung dengan TPP.
"Sesungguhnya pernyataan ikut bergabung ke TPP itu tidak lebih dari sekadar membuka perekonomian kita agar semakin terbuka," katanya kepada Republika, Rabu (28/10).
Ia juga menilai, sikap pemerintah tersebut tidak dilandasi pertimbangan dampaknya dalam jangka pendek, menengah, dan panjang terhadap aspek fundamental perekonomian nasional.
Menurutnya, kunjungan Presiden Jokowi ke AS menegaskan Indonesia adalah negara yang terbuka perekonomiannya. Presiden ingin memastikan kepentingan politik AS di Indonesia itu akan aman dan diberi peluang untuk ditingkatkan lagi.
Namun satu hal yang paling mendasar, pemerintah harus mempertimbangkan Indonesia tidak bisa serta merta menyatakan diri terbuka. "Karena fundamental ekonomi yang menentukan seberapa besar pelaku ekonomi nasional berkontribusi dalam memajukan PDB kita," lanjutnya.