REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyambut baik semangat pemerintah yang mulai menerapkan desentralisasi fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2016.
Kebijakan fiskal ini dianggap dapat mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan antardaerah asalkan sasarannya tepat. Dalam pembahasan postur sementara RAPBN 2016, belanja transfer ke daerah dan dana desa naik jadi Rp 770,2 triliun dari APBNP 2015 Rp 664,5 triliun. Jumlah belanja dana transfer ke daerah dan dana desa tersebut hampir menyamai anggaran belanja kementerian/lembaga Rp 784,1 triliun.
Ekonom Indef Fadhil Hasan mengatakan, sudah seharusnya pemerintah membangun ekonomi dari pinggiran yang diwujudkan dengan naiknya belanja transfer ke daerah dan dana desa. Salah satu program Nawacita Jokowi ini diperlukan untuk mengurangi ketimpangan antardaerah serta antarmasyarakat.
"Fiskal memiliki peranan penting mengurangi ketimpangan. Tapi, alokasi fiskal tersebut harus benar-benar ditujukan kepada masyarakat yang rentan miskin atau kelas menengah ke bawah," katanya.
Fadhil mengatakan, alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa harus benar-benar digunakan untuk program yang sifatnya pemberdayaan masyarakat atau program sosial. Jangan hanya seputar peningkatan investasi yang sejatinya hanya dapat dirasakan untuk golongan menengah ke atas.
"Harus kita lihat dulu kemana saja larinya alokasi fiskal tersebut. Kalau hanya investasi, yang lebih menikmati kalangan menengah ke atas," ujarnya.
Kalau 'kue' pembangunan masih lebih menyasar golongan menengah ke atas, maka ketimpangan pendapatan bisa semakin melebar. Pendapatan orang kaya akan tumbuh lebih cepat ketimbang pendapatan orang-orang miskin.
"Pertumbuhan ekonomi mungkin meningkat, tapi ketimpangan bisa semakin lebar," katanya lagi.