REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai divestasi saham Freeport ke publik melalui initial publik offering (IPO) bukan pilihan terbaik. Hal ini karena, apabila pemerintah meloloskan keinginan Freeport untuk lakukan IPO, Kardaya menilai bahwa pemrintah sengaja tidak mau mendapatkan haknya atas kekayaan nasional.
"UU bagaimana, kalau ditawarkan pemerintah, pemerintah melihat, menguntungkan atau tidak, kalau langsung ke IPO artinya kan hak pemerintah tidak diambil pemerintah, artinya bisa orang lain atau asing yang beli juga," jelas Kardaya, Jumat (16/10).
Kardaya menekankan, divestasi yang dilakukan nantinya haruslah menguntungkan pemerintah dan rakyat Indonesia. Dia menilai, IPO masih memberikan celah bagi asing untuk pengelolaan kekayaan alam Indonesia.
"Sekali lagi, kalau IPO itu bukan divestasi, namanya bukan yang divestasi yang diatur dalam kontrak, divestasi itu didivestasikan kepada Indonesia, kalau IPO bisa asing yang beli, divestasi kan tujuannya penguasaan oleh nasional semakin menguat," katanya.
Pada 14 Oktober 2015 seharusnya Freeport sudah mulai menawarkan sahamnya kepada pemerintah. Namun, perusahaan berbasis di AS ini mengulur waktu divestasi dengan alasan menanti revisi PP 77 tahun 2014. Saham yang ditawarkan nanti, berdasarkan skala prioritas akan ditawarkan kepada pemerintah terlebih dahulu. Setelah itu posisi kedua ditawarkan kepada BUMN, prioritas ketiga baru lah BUMD, dan terakhir swasta, termasuk melalui IPO.