Sabtu 10 Oct 2015 06:21 WIB

Asuransi Pertanian Belum Sentuh Masalah Krusial Petani Indonesia

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7).  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petani sedang mengumpulkan padi yang mengalami kekeringan di Kampung Setu, Bekasi Barat, Kamis (30/7). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memulai pemberlakuan asuransi pertanian. Namun, teknis penyelenggaraannya dinilai belum menyentuh masalah fundamental petani. Sehingga, ia khawatir hasilnya tidak akan efektif.

"Kalau soal mengupayakan penyelamatan gagal panen, pemerintah sudah punya banyak program seperti dalam upaya khusus (Upsus), tidak perlu lagi pakai asuransi," kata dia kepada Republika.co.id pada Jumat malam (9/10). Ketimbang siap mengganti kerugian gagal panen petani, akan jauh lebih baik jika petani diberi jaminan harga pemasaran hasil pertanian.

Sebab selama ini petani bertahan di posisi miskin disebabkan harga jual produk pertanian yang terlampau rendah. Terlebih ketika panen raya tiba. Harga sering terjun bebas, makanya butuh jaminan pemerintah agar melindungi harga jual yang diterima petani terus stabil.

Di samping itu, lahan yang dijamin hanya satu juta hektare. Luasan tersebut sangat jauh dari jumlah lahan padi keseluruhan sekitat 8,1 juta hektare. "Terlalu minim, bahkan rentan salah sasaran," tuturnya.

Maksud dia, 50 persen petani adalah buruh yang tak memiliki lahan. Sebutannya yakni petani penggarap. Sementara pemilik lahan hanyalah segelintir dan mereka masuk kategori orang kaya bahkan menjadi tuan tanah. Jangan sampai uang asuransi malah mengalir ke para pemilik lahan sementara buruh tani gigit jari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement