REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid I dan II telah diluncurkan pemerintah. Dalam beberapa hari terakhir pun, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Namun ternyata kesemuanya belum mampu membendung arus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Ekonom dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof FX Sugiyanto mengatakan PHK yang saat ini masih marak terjadi lantaran pengusaha masih menggunakan penghitungan yang lama. Perlu dilihat lagi apakah tren penguatan rupiah bisa terus berlanjut atau tidak. Yang diperlukan pengusaha adalah kepastian.
Apabila tren penguatan rupiah berlanjut, mestinya ada penghitungan kembali oleh perusahaan. “Tidak fair juga kalau perusahaan melakukan PHK di saat rupiah sudah menguat,” ucapnya kepada Republika.co.id,” Kamis (7/10).
Padahal di ketahui pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lah yang menjadi penyebab utama perusahaan mem-PHK karyawannya.
Perusahaan yang telah banyak memberhentikan karyawannya diminta memikirkan hal ini mengingat rupiah kembali menguat, terutama pabrik tekstil dan rokok. “Kalau alasannya karena tembakaunya impor juga tetap tidak fair dan perlu dihitung ulang,” ujar FX.
Berdasarkan proses pembuatannya, rokok terbagi menjadi dua yakni sigaret kretek tangan (SKT) yakni rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana, serta sigaret kretek mesin (SKM) yakni rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.
Dari keduanya, yang paling banyak mempekerjakan karyawan adalah SKT. Pekerjanya merupakan karyawan yang biasanya dikontrak mingguan atau bahkan harian. “Artinya dengan mudah perusahaan tidak mengontrak mereka lagi,” ucap FX.