Sabtu 03 Oct 2015 21:38 WIB

Indonesia-Malaysia Bentuk Dewan Produsen Minyak Sawit Dunia

Red: Ilham
 Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli memberikan pernyataan kepada media setelah melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati di kediaman pribadinya, Jakarta, Rabu (9/9).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli memberikan pernyataan kepada media setelah melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati di kediaman pribadinya, Jakarta, Rabu (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia dan Malaysia, sebagai dua produsen minyak sawit terbesar di dunia, membentuk Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Kelapa Sawit, yang antara lain akan mendorong stabilitas harga minyak sawit dunia, dan mengembangkan industri hilir.

Dewan yang bernama "Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC" akan menjaga stabilitas harga dengan mengkoordinasi produksi dan stok produk minyak sawit di pasar global.

"Pasar memahami Indonesia dan Malaysia jika bergabung akan mampu memberikan efek untuk stabilisasi harga sawit," ujar  Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli di Jakarta, Sabtu (3/10), seraya menambahkan Indonesia dan Malaysia menguasai 85 persen pasar minyak sawit dunia.

Namun, lanjut Rizal, Indonesia dan Malaysia akan turut mengajak negara-negara produsen minyak sawit lainnya untuk bergabung dalam dewan ini. Dewan CPOPC ini ditargetkan dapat diresmikan pada akhir Oktober, setelah pertemuan Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

Menurut Rizal, Dewan ini juga akan melakukan harmonisasi standar produksi minyak sawit yang berkaidah ekonomi berkelanjutan. Indonesia dan Malaysia akan terlebih dahulu mengharmonisasikan standar dalam Indonesian Suistanable Palm Oil (ISPO) dan Malaysian Suistanable Palm Oil (MSPO).

"Harmonisasi itu akan meningkatkan daya saing produk kita," ujar dia.

Rizal berterus terang, peningkatan daya saing ini diperlukan karena pasar negara maju menggunakan standar yang tinggi. Meskipun, menurut dia, standar yang tinggi itu digunakan negara-negara maju untuk melindungi sektor industri tertentu.

"Di balik standar tinggi itu terdapat motif untuk melindungi industri 'soybean', bunga matahari dan lainnya," ujarnya.

Rizal mengemukakan inisiasi pembentukan Dewan ini sudah timbul cukup lama. Saat kedua pemerintah melakukan pertemuan untuk membahas Dewan ini pada Agustus 2015 di Malaysia, pasar minyak sawit sudah memberikan respon positif.

Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Amar Douglas Uggah Embas menambahkan, Dewan ini juga akan mendorong penerapan tataran praktis industri minyak sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Maka dari itu, selain stabilisasi harga dan harmonisasi standar, Dewan ini juga akan memiliki Komite Kerja untuk penelitian industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. "Kami juga akan memfasilitasi swasta antarnegara dalam membentuk 'Green Economic Zone' untuk industri kelapa sawit bernilai tambah," ujarnya.

Kementerian teknis antarkedua negara nantinya akan membentuk Komite Kerja yang akan memiliki tugas masing-masing sesuai agenda CPOPC.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement