REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta Kementerian Keuangan merevisi target penerimaan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang sebesar Rp 145,7 triliun.
Angka tersebut dinilai tidak realistis dan akan sangat membebani serta mengancam industri rokok yang selama ini menjadi penyumbang terbesar penerimaan cukai.
Ketua Umum Gaprindo M. Moeftie mengatakan, sekitar 95 persen dari target penerimaan cukai sudah pasti dibebankan kepada industri hasil tembakau. Dengan perhitungan itu, maka target penerimaan cukai tembakau akan berada di angka sekitar Rp 140 triliun.
"Masih terlalu tinggi dan tidak realistis karena akan mengalami kenaikan sekitar 21 persen jika dibandingkan dengan estimasi realisasi penerimaan 2015," kata Moeftie, Jumat (2/10).
Berdasarkan realisasi sampai dengan Agustus 2015, peneriman cukai tembakau hingga akhir tahun 2015 diproyeksikan hanya akan mencapai Rp 115 triliun. "Idealnya target cukai hasil tembakau pada 2016 adalah Rp 129 triliun," kata Moeftie.
Revisi target penerimaan cukai menjadi sangat penting. Karena, ini akan menyangkut seberapa besar usaha pemerintah dalam mengejar penerimaan cukai. Khawatirnya, akan disusul pula dengan kenaikan cukai rokok.
Padahal, kata Moeftie, produksi rokok telah mengalami penurunan sejak 2014. Beban industri rokok pun semakin berat dengan adanya kenaikan tarif pajak penjualan (PPN) hasil tembakau dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen pada tahun depan.