REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah rupanya masih punya peluang untuk menutup keran impor beras di situasi krisis. Caranya yakni dengan melakukan pembelian beras sebanyak-banyaknya dari petani lewat jalur komersial.
Perum Bulog sebagai pelaksana bisa diperintahkan membeli dengan sokongan dana yang memadai. Namun, ada risiko yang mesti ditanggung.
"Tapi kalau pembelian itu dilaksanakan sekarang, akan membuat sisi permintaan tertekan dan ada eskalasi harga," kata Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori pada Senin (21/9).
Rakyat miskin, kata dia, akan makin tidak punya daya beli lagi karena harga tinggi. Di sisi lain, di momen sulit seperti ini seharusnya Bulog tak melakukan pembelian melainkan operasi pasar.
Opsi impor pun menurut dia, menjadi pilihan terbaik untuk memperkuat cadangan beras nasional. Harus diperkuat, agar mencegah spekulasi di pasar. "Pedagang sudah tahu kondisi pasokan kita, mereka tunggu momentum saja untuk spekulasi," tuturnya.
Ia pun menyinggung soal pemerintah yang mengumpulkan pengusaha penggilingan beras bersama TNI untuk bersepakat mengumpulkan beras untuk Bulog.
Menurut dia, itu hanya sebatas kesepakatan di atas kertas dan tak terealisasi. Komitmen menyetorkan beras ke Bulog hingga 1,4 juta ton bukanlah perkara mudah karena pedagang pun tak mau rugi.
Pun, upaya pemerintah merombak direksi Bulog pada Juni 2015 pun tidak terlalu berpengaruh karena memang situasi tengah sulit. Yang harusnya dilakukan yakni menguatkan peran Bulog, agar tak diberi tanggung jawab mengambil untung. Bulog harus punya identitas menjadi penjaga stabilitas pangan tanpa digerayangi tanggung jawab komersial.