Jumat 04 Sep 2015 11:06 WIB

Proyek Kereta Cepat tak Cukup Diatur Lewat Perpres

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kereta cepat, Shinkansen
Foto: Rocketnews24
Kereta cepat, Shinkansen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, khususnya Presiden harus membuat pernyataan yang tegas mengenai kebutuhan investasi kereta cepat di Jawa. Hal ini berguna untuk menghindarkan debat yang tidak produktif dari para menteri dan pembantu Presiden lainnya.

Keputusan Presiden dan pemerintah harus dinyatakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang kokoh dan tidak mudah diubah oleh siapapun yang memerintah ke depan. Perpres untuk mengawali mulainya investasi dapat dilakukan, tetapi harus segera diperkuat dengan membuat undang-undang penyelenggaraan kereta api cepat nasional.

"Kalau memang memutuskan untuk membangun proyek ini, perpres saja tidak cukup, harus dinaikkan ke level undang-undang," ucap Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit, baru-baru ini.

Di hampir semua negara, proyek strategis diatur oleh undang-undang. Karena kalau hanya diatur oleh perpres, dikhawatirkan proyek tersebut mangkrak seiring dengan bergantinya Presiden yang baru. "Saya tidak ingin pemerintah menghabiskan dana yang tidak perlu untuk proyek yang lima tahun mendatang belum tentu hidup," kata dia.

Presiden, kata Danang, juga harus memperkuat kapasitas kelembagaan dan personil Kementerian Perhubungan, khususnya Ditjen Perkeretaapian untuk mengelola tantangan dan dinamika pembangunan perkeretaapian Indonesia di masa depan. Proyek kereta cepat harus merupakan bagian dari kebijakan transformasi ekonomi wilayah. Segmen Jakarta-Bandung harus dilihat sebagai bagian dari jaringan KA cepat Jawa. Selanjutnya pemerintah dapat menyusun cetak biru dan roadmap KA cepat Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Menurut dia, pemerintah jangan terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan pemenang tender, Jepang dan Cina. Pemerintah harus menyusun kriteria perencanaan yang tepat untuk membuat pembandingan antar pihak yang ingin berpartisipasi.

"Pemilihan konsultan asing untuk proses penetapan pemenang harus ditolak apabila tidak melibatkan konsultan dan tenaga ahli Indonesia," pinta Danang. Ini sebagai bentuk penghargaan yang dimiliki tenaga ahli nasional serta bagi proses pembelajaran bagi pembangunan perkeretaapian di masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement