REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan aliran dana masuk (capital inflow) pada Januari sampai pertengahan Agustus 2015 mencapai Rp 71 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, memang terjadi capital outflow di pasar saham. Sedangkan portofolio di surat utang negara (SUN) dinilai masih bagus, dan di pasar saham belum semuanya keluar.
"Jadi sebelum-sebelumnya yang keluar itu portofolio jangka pendek di pasar modal. Oleh karena itu IHSG-nya turun. Memang banyak yang jual saham keluar," jelasnya di gedung Bank Indonesia, Jumat (21/8).
Untuk mendukung stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia melakukan optimalisasi operasi moneter di pasar uang rupiah dan valuta asing. Tirta berharap, kebijakan tersebut bisa mendorong capital inflow sehingga meningkatkan cadangan devisa negara.
"Kalau nanti ada yang ekses likuiditas baik rupiah maupun dolar bisa serap, cadangan devisa akan naik, tapi cadev naik jangan diartikan Bank Indonesia tidak intervensi, kita intervensi juga tapi kita juga nyerap dari pasar," terangnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut sudah ada dampaknya meskipun belum dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Sebab, jika tidak dikeluarkan kebijakan tersebut, menurutnya rupiah bisa lebih melemah lagi. "Jadi jangan kaget kalau likuiditas di pasar agak berkurang. Tapi penyerapan sudah jalan terus," imbuh Tirta.
Optimalisasi operasi moneter antara lain, melakukan intervensi di pasar valas untuk mengendalikan volatilitas nilai tukar rupiah. Kemudian, melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, dengan tetap memperhatikan dampaknya pada ketersediaan SBN bagi inflow dan likuiditas pasar uang.
Selanjutnya, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) untuk mengalihkan likuiditas ke tenor yang lebih panjang. Langkah selanjutnya, menyesuaikan frekuensi lelang Foreign Exchange (FX) Swap dari dua kali sepekan menjadi satu kali sepekan.
Langkah selanjutnya, mengubah mekanisme lelang Term Deposit (TD) Valas dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing serta memperpanjang tenor sampai dengan tiga bulan. Serta, menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar 100 ribu dolar AS menjadi 25 ribu dolar AS per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP.
Sementara itu, nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi hampir mencapai Rp 14.000 per dolar AS. Menurut Bloomberg Dollar Rate, rupiah ditutup di level Rp 13.941 per dolar AS pada perdagangan Jumat (21/8), melemah 0,41 persen atau 56 poin dibandingkan penutupan Kamis (20/8) di level Rp 13.885 per dolar AS.
Pada perdagangan Jumat, rupiah dibuka di level Rp 13.893 dan sempat menyentuh Rp 13.969 per dolar AS pada pukul 14.55 waktu setempat. Sedangkan berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah berada di level Rp 13.895 per dolar AS pada Jumat dibandingkan Kamis di level Rp 13.838 per dolar AS.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, secara total pada 2014 dana yang masuk ke Indonesia melalui surat utang negara (SUN) maupun pasar modal sebesar Rp 180 triliun. Sedangkan dari Januari-Agustus 2015 sebesar Rp 64 triliun.
"Memang dana yang di pasar modal ada capital outflow tetapi yang di surat utang negara tetap masuk," jelasnya di Jakarta, Rabu (19/8).
Bahkan ketika SUN dilakukan pelelangan, lanjutnya, peminatnya lebih dari dua kali dari apa yang dibutuhkan. Untuk menjaga capital inflow, menurutnya yang penting stabilitas ekonomi makro terus dijaga.
Diharapkan pada semester kedua realisasi anggaran pemerintah pusat dan daerah lebih cepat, pembangunan infrastruktur segera terealisasi, sehingga membuat minat investor kepada Indonesia tetap tinggi.