REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai revisi tax holiday atau pembebasan pajak penghasilan sangat menarik bagi dunia usaha. Namun, pemerintah perlu membuat stimulus kebijakan lain agar investor benar-benar mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Faisal mengatakan, revisi tax holiday menarik karena pemerintah memperpanjang jangka waktu pembebasan pajak penghasilan hingga 20 tahun bagi investasi baru atau perluasan investasi. Sebelumnya, sebuah perusahaan bisa dibebaskan membayar pajak penghasilan paling lama 10 tahun dari dimulainya produksi komersial.
"Dari 10 tahun ke 20 tahun, jelas sangat menarik. Tapi, investasi tidak hanya memperhitungkan pajak. Ada komponen lain yang harus diperhitungkan pengusaha," kata Faisal kepada Republika.
Menurut Faisal, pelaku usaha masih perlu berpikir dua kali melakukan investasi karena tingginya biaya produksi di Indonesia. Apalagi, harga energi seperti listrik dan bahan bakar minyak (BBM) cenderung mengalami kenaikan.
Belum lagi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Kalau biaya produksinya tidak bisa ditekan, maka ini yang akan menghambat masuknya investasi meskipun dari sisi insentif pajak sudah menarik," ucap Faisal.
Kalau biaya produksi tidak bisa diturunkan, kata Faisal, setidaknya pemerintah dapat menjaga stablitas harga-harga yang dapat mempengaruhi biaya produksi. Pasalnya, hal tersebut akan sangat mengganggu aspek perencanaan para pelaku usaha untuk berinvestasi.
"Untuk melakukan perencanaan perlu stabilitas. Berapa harga listriknya, kurs, dan BBM," ujarnya.