REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, Jepang sangat berminat untuk menawarkan proyek kereta super cepat Jakarta-Bandung. Saat ini Jepang telah membuat feasibility study dengan menaawarkan pembiayaan murah dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
"Dalam tawaran tersebut nantinya pengadaan barang sebagian dari Indonesia serta ada alih teknologi bagi Indonesia," ujar Rachmat dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (9/8).
Rachmat menjelaskan, ketika melakukan kunjungan kerja ke Jepang pada pekan lalu, dia sempat mengunjungi Japan Transport Engineering Company untuk melihat langsung proses pembuatan kereta cepat Shinkansen. Di pabrik tersebut ternyata ada 17 tenaga kerja muda Indonesia yang bekerja untuk membangun Shinkansen seri terbaru yakni E7.
"Ini membuktikan bahwa Jepang serius dalam membangun SDM dan alih teknologi," kata Rachmat.
Selain mendapatkan tawaran proyek tersebut, Rachmat meminta kepada Jepang agar mau membantu revitalisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri gula di Indonesia.
Menurutnya, Jepang menyambut baik permintaan tersebut, karena industri TPT merupakan sektor yang sangat penting sebagai penghasil devisa dan penyedia lapangan kerja.
"Revitalisasi tersebut tidak hanya untuk pembaruan di bidang mesin, tetapi juga perlu didukung oleh pembiayaan yang murah," kata Rachmat.
Rachmat juga meminta kepada Jepang agar menyelesaikan sisa isu 185 pos tarif sesuai dengan metode yang disepakati oleh kedua pihak. Hal ini terkait dengan implementasi 9800 pos tarif yang disepakati Asean dalam Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP). Rencananya delegasi Jepang akan berkunjung ke Indonesia pada November 2015 mendatang.
Kunjungan tersebut untuk memperkuat sektor pariwisata. Delegasi Jepang yang datang terdiri dari seribu orang pengusaha, anggota Parlemen Indonesia-Jepang, dan pejabat pemerintah.
Untuk diketahui, total perdagangan Indonesia dan Jepang pada 2014 mencapai 40,1 miliar dolar AS, dengan nilai impor sebesar 23,1 miliar dolar AS dan impor 17 miliar dolar AS.
Total perdagangan periode Januari-Maret 2015 mencapai 8,9 miliar dolar AS atau turun 13,57 persen dibandingkan periode sama pada tahun lalu yang mencapai 10,3 miliar dolar AS.