Jumat 07 Aug 2015 06:30 WIB

Disalahkan Pusat Atas Perlambatan Ekonomi, Ini Jawaban Daerah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Mardani H. Mamming, yang juga menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu Kalimatan Selatan, menilai bahwa lambatnya serapan dana daerah tidak lepas dari prosedur dari pusat yang dinilai berbelit. Tidak hanya itu, pemimpin pemerintah kabupaten selama ini juga dihantui rasa khawatir jika pengguna anggaran dalam melaksanakan proyek yang dimungkinkan bersentuhan dengan hukum.

Risiko untuk bersentuhan dengan masalah hukum terkait penggunaan anggaran dari pusat, membuat daerah ragu untuk segera menggunakan dana tersebut. Pernyataan Mardani ini menjawab tudingan Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro yang menilai lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama semester I-2015 merupakan dampak dari penyerapan anggaran pemerintah yang rendah, khususnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Bambang menyebut ada sekitar Rp 273,5 triliun dana pemerintah daerah yang menganggur tersimpan di bank pembangunan daerah (BPD). Bambang menyampaikan, ‎pada Januari 2015, dana pemda di BPD baru Rp 169 triliun, Februari meningkat menjadi Rp 180 triliun, Maret menjadi Rp 227,7 triliun, April sebesar Rp 253,7 triliun, dan Mei sebesar Rp 255,3 triliun.

Padahal, dana tersebut bisa segera diserap untuk memberikan stimulus perekonomian daerah.

Mardani beranggapan, secara umum Anggaran Daerah telah tersusun dalam APBD yang berbentuk kegiatan dan proyek sesuai pembahasan musyawarah desa sampai dengan daerah. Terkait dengan tertahannya dana di Bank daerah sebagai akibat penyerapan anggaran yang lambat oleh pemda, salah satu alasannya adalah prosedur dan ketentuan perundang-undangan terkait kegiatan atau proyek yang harus melalui proses dan jadwal.

"Sehingga penyerapan anggaran baru dapat dilakukan setelah proses dilalui, seperti lelang dan lainnya," ujar Mardani, Kamis (6/8).

Alasan kedua, lanjut Mardani adalah kinerja SKPD yang lambat dalam melaksanakan kegiatan.

"Dan tak kalah penting adalah ketakutan PA (pengguna anggaran) dalam melaksanakan proyek yang dimungkinkan bersentuhan dengan hukum. Faktor tersebut yang hampir sama dialami oleh daerah dalam penyerapan anggaran yang mengakibatkan dana tertahan di bank daerah dalam waktu yang lama," urainya.

Solusi atas perbedaan pandangan atas mandeknya dana daerah ini, menurut Mardani, perlu adanya evaluasi terkait beberapa peraturan dan proses penyerapan yang lebih sederhana. Sehingga, lanjutnya, mempermudah daerah melakukan kegiatan.

"Aturan pengelolaan keuangan dan proses pengadaan yang terkait proyek dan kegiatan yang harus dievaluasi lagi dalam rangka memudahkan daerah dalam penyerapan anggaran, mungkin prosedurnya dipermudah dan lain hal dan juga tentunya yang paling mendasar adalah kenyamanan para PA dalam bertugas agar tidak terlalu dihantui ketakutan akan permasalahan hukum," lanjutnya. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement