Selasa 04 Aug 2015 20:37 WIB

BI: Fenomena Dolar Berakhir Sampai The Fed Naikkan Suku Bunga

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, menyampaikan materinya saat menjadi pembicara pada
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, menyampaikan materinya saat menjadi pembicara pada "seminar Sinergi fiskal dan moneter di era Jokowinomics" di Kampus Paramadina, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyatakan, pelemahan rupiah yang terjadi saat ini bukan fenomena rupiah melainkan fenomena dolar.

Berdasarkan kurs tengah Jakarta Interbank Spor Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah berada di level Rp 13.495 per dolar AS pada Selasa (4/8).

Sedangkan berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah berada di level Rp 13.472 per dolar AS pada penutupan Selasa. Rupiah menguat 0,28 persen atau 38 poin dibandingkan penutupan Senin (3/8) di level Rp 13.510 per dolar AS.

Mirza menyebutkan, depresiasi Euro terhadap dolar secara year to date mencapai 10 persen. Pelemahan mata uang New Zealand terhadap dolar AS mencapai 15 persen (ytd). Mata uang Swedia melemah di kisaran 11-12 persen (ytd). Sedangkan rupiah melemah 8 persen (ytd).

Menurutnya, pelemahan rupiah jangan hanya dilihat rupiah saja tapi juga perbandingannya dengan mata uang regional dan dunia. Mata uang India justru melemahnya kecil sekali sekitar 1 persen (ytd) sedangkan mata uang Filipina relatif stabil.

Mirza menjelaskan, India sudah bisa menurunkan defisit transaksi berjalan (CAD) dari 4,5 persen terhadap PDB menjadi 1,5 persen PDB pada tahun ini. India juga menikmati harga komoditas yang rendah sehingga pertumbuhan ekonominya naik. Hal itu membuat currency India lebih stabil. Sebelumnya, pada tahun 2013 saat CAD India 4,5 persen dari PDB, mata uangnya melemah jauh lebih dalam dibandingkan Indonesia.

 

Mirza menyatakan, fenomena dolar akan berakhir sampai ada kepastian kenaikan suku bunga the Fed. "Kalau nanti suku bungan Amerika sudah naik sekali dua kali situasi ini akan back to normal," jelasnya di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Selasa (4/8).

Saat ada kepastian kenaikan Fed Fund Rate, lanjutnya, investor akan melihat emerging market dan mungkin capital inflow akan masuk kembali ke Indonesia dan ke emerging market. Di samping itu, yang terpenting Indonesia terus melakukan reformasi. Dari sisi fiskal sudah ada tax insentif, yang terkait tax allowance dan tax holiday.

Selain itu, BKPM telah melakukan penyederhanaan perizinan investasi. "Jadi itu nanti akan tiba waktunya dimana perbaikan fundamental struktural Indonesia ini akan kembali diapresiasi orang," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement