Ahad 26 Jul 2015 17:32 WIB

'Kenaikan Tarif Bea Masuk Bisa Picu Inflasi'

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Djibril Muhammad
Kadin
Kadin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Pengawasan Produk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Satria Hamid menilai, kenaikan tarif bea masuk untuk barang-barang impor tidak tepat dilakukan saat ini. Kebijakan tersebut dianggap bisa semakin menekan daya beli masyarakat karena dapat memicu inflasi.

Satria mengakui hampir semua barang-barang yang terkena kenaikan tarif bea masuk sudah diproduksi di dalam negeri. Namun, tidak semua barang-barang tersebut menggunakan bahan baku dalam negeri.

"Masih banyak bahan mentah yang diimpor. Karena suplai bahan baku dari dalam negeri belum bisa memenuhi semua kebutuhan industri," kata Satria kepada Republika, Ahad (26/7).

Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegero baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasisifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Peraturan tersebut mengatur kenaikan bea masuk rata-rata lima persen.

Beberapa jenis barang yang tercantum dalam peraturan tersebut diantaranya adalah sayuran, kacang, kulit buah, daun teh, daging, kembang gula. Komoditas tersebut terkena bea masuk mulai dari 15-20 persen.

"Tidak bisa dimungkiri kalau kita masih membutuhkan impor bahan mentah. Kalau bea masuk naik, maka harga-harga otomatis akan naik," ujarnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel tersebut mengatakan, kebijakan ini dapat mengganggu bisnis ritel. Khususnya para pelaku usaha yang berbisnis makanan atau minuman impor.

Dia mencontohkan, salah satu bisnis yang akan terganggu adalah bisnis kedai es buatan luar negeri. Ini lantaran es krim termasuk salah satu produk yang dikenakan kenaikan tarif bea masuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement