Sabtu 11 Jul 2015 22:02 WIB

IPW Pertanyakan Perpanjangan Konsensi JICT yang Dilakukan Pelindo II

Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kegiatan bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Port Watch (IPW) menilai pernyataan Dirut Pelindo II RJ Lino bahwa perpanjangan konsesi JICT adalah sekedar aksi korporasi atau 'business to business' patut dipertanyakan kebenarannya.

Presiden IPW, Syaiful Hasan menyatakan Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia dengan kinerja pelayanan yang terbaik di Indonesia dan Asia Pasifik, adalah aset strategis bangsa. Keputusan untuk memperpanjang konsesi ke asing selama 20 tahun ke depan sudah sewajarnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan stakeholders penting pelabuhan lainnya, bukan hanya ditentukan oleh internal Pelindo II.

Apalagi harga jualnya yang begitu murah, hanya 215 juta dolar AS dengan 'rental fee' 85 juta dolar AS per tahun tidak sebanding dengan pendapatan mencapai 280 juta dolar AS dan keuntungan 150 juta dolar AS per tahun. Ia pun mempertanyakan alasan Pelindo yang menyatakan perpanjangan tersebut tak membutuhkan keputusan menteri perhubungan.

“Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak diajak bicara. Ini suatu arogansi luar biasa” cetus Presiden IPW, Syaiful Hasan dalam siaran pers.

Sebelumnya,  Dirut Pelindo II RJ Lino, berencana akan memperpanjang konsesi JICT ke perusahaan swasta asing dari Hongkong, Hutchison Port Holdings (HPH). Perpanjangan itu selama 20 tahun ke depan sampai 2039 setelah masa konsesi yang sekarang habis tahun 2019.

Syaiful juga menegaskan bahwa IPW mendorong seluruh anak bangsa yang peduli untuk terus melakukan perlawanan sampai rencana perpanjangan konsesi ini dibatalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement