Kamis 18 Jun 2015 23:13 WIB

'Awal Ramadhan Bahan Pangan Naik, Hindari Importasi Pangan'

Rep: C88/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pemerintah berencana membuka keran impor bawang dan cabai jelang Ramadhan
Foto: Prayogi/Republika
Pemerintah berencana membuka keran impor bawang dan cabai jelang Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar meminta pemerintah mengawasi dan menghindari masuknya komoditas pangan impor. Mengingat sepanjang bulan suci Ramadhan konsumsi masyarakat mengalami peningkatan.

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, saat Ramadhan umumnya terjadi lonjakan permintaan bahan pangan. Lonjakan permintaan tersebut juga diiringi dengan kenaikan harga. "Kondisi itu seringkali membuat pemerintah mengambil langkah pintas yaitu melakukan importasi dengan dalih mencegah gejolak harga di tingkat konsumen,” ungkap Rofi Munawar dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (18/6).

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan membuka keran impor daging sebanyak 250 ribu ekor. Ini dilakukan guna mengantisipasi lonjakan permintaan saat Ramadhan. Namun langkah ini disesalkan banyak pihak, mengingat proses importasi daging memerlukan waktu yang tidak sebentar.

Menurut Rofi ada baiknya pemerintah melakukan inventarisasi komoditas pangan nasional dan menyerapnya dengan segera untuk disalurkan ke pasar. Peraturan presiden (perpres) yang baru ditandatangani Presiden Jokowi bukan hanya mencegah kenaikan harga komditas pangan pokok. Namun sebaiknya mampu mendorong distribusi pangan nasional lebih banyak.

Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Perpres tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilitas harga. Dalam Perpres disebutkan 14 barang kebutuhan pokok yang akan jadi fokus pengendalian pemerintah. Perpres ini akan menjadi instrumen pemerintah untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilitas harga.

Penerbitan perpres perdagangan pangan pokok ini sebenarnya amanat dari UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur barang kebutuhan pokok dan barang penting harus ditetapkan dengan perpres. Urgensi kehadirannya semakin terasa di tengah tren lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan hari raya keagamaan seperti sekarang ini.

Rofi menjelaskan kenaikan harga bahan pangan selama ini hanya dinikmati oleh segelintir pedagang dalam rantai distribusi pangan. Karena, mekanisme mereka membeli dari petani  namun menjual dengan harga yang tinggi kepada konsumen. Kondisi ini kian meningkat ketika memasuki hari besar keagaaman seperti bulan Ramadhan, yang menyebabkan panic buying di tingkat konsumen dan kelemahan tata niaga bahan pangan dari pemerintah.

Kini saatnya pemerintah membuktikan mampu menindak tegas spekulan yang bermain dalam kenaikan berbagai kebutuhan pokok. "Karena sebesar apapun operasi pasar yang dilakukan tidak akan efektif selama tata niaga pangan masih dikendalikan pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement