Selasa 16 Jun 2015 15:13 WIB

Ekonom: Indonesia Sudah Masuk Resesi

Rep: Satria K Yudha/ Red: Erik Purnama Putra
Ekonomi Indonesia disebut memasuki fase melambat dan resesi.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ekonomi Indonesia disebut memasuki fase melambat dan resesi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi Indonesia disebut sudah masuk ke dalam level resesi. Alasannya karena hampir semua indikator-indikator ekonomi mengalami pelemahan.

Kepala Ekonom IGIco Advisory Martin Panggabean mengatakan, definisi resesi bukan lagi ketika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal atau lebih. Suatu negara bisa disebut mengalami resesi apabila ekonomi tumbuh lebih lambat di bawah tren.

Seperti diketahui, ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 tumbuh 4,7 persen. Itu merupakan angka pertumbuhan terendah sejak 2009. "Jadi bisa dibilang kita sudah berada di level resesi," kata Martin dalam acara diskusi dengan awak media di Jakarta, Selasa (16/6).

Dia menambahkan ada indikator lainnya mengapa Indonesia sudah masuk dalam resesi. Yakni turunnya harga saham, komoditas turun, devisa turun, uang ketat, suku bunga yang cenderung mengalami kenaikan, dan turunnya nilai properti.

Meski menyebut ekonomi Indonesia resesi, namun kondisi saat ini tidaklah seburuk dengan yang terjadi kala krisis 1998. Pada 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh negatif mencapai 15 persen dengan angka inflasi yang menyentuh 70 persen.

Sementara saat ini, ekonomi masih tumbuh positif walaupun mengalami perlambatan. Tingkat inflasi juga dinilai masih terkendali. "Memang tidak segenting 1998. Tapi kalau tidak diwaspadai, bisa genting juga," ujarnya.

Martin menjelaskan ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah agar ekonomi Indonesia tidak jatuh semakin dalam. Pertama adalah dengan menggenjot ekspor dengan mendorong pengalihan fokus negara tujuan ekspor ke India, Jepang, dan Amerika Serikat.

Dia mengatakan pemulihan ekonomi global saat ini memang tidak sinkron. Perekonomian di AS, Jepang dan India saat ini sedang menjadi motor penggerak  ekonomi global. Sedangkan perekonomian di negara-negara Uni Eropa cenderung melambat. Cina juga melambat drastis.

“Jepang dan AS misalnya, yang konsumsi makanan lautnya besar harus menjadi target pasar, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki andil besar dalam menggenjot ekspor," dia mencontohkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement