Selasa 09 Jun 2015 23:06 WIB

JK: Perintah Presiden, Impor Bahan Pokok Jika Kebutuhan tak Bisa Dipenuhi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Wapres Jusuf Kalla.
Foto: @Pak_JK
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah akan membuka keran impor jika produksi kebutuhan pokok dalam negeri tak bisa mencukupi. Pernyataan JK ini terkait adanya perbedaan pendapat antara Menteri Pertanian dengan Menteri Perdagangan.

"Kebutuhan sehari-hari yang mencukupi dalam negeri kita tidak perlu impor. Tapi semua kebutuhan yang mendesak, yang tidak cukup produksi dalam negeri kita kalau perlu kita impor. Itu saja rumusnya. Pokoknya perintah presiden impor kalau tidak bisa penuhi. Kalau dipenuhi tidak (impor)," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (9/6).

JK menegaskan, impor akan dilakukan untuk semua komoditas yang produksi dalam negerinya tak mencukupi kebutuhan masyarakat.

"Tidak ada cabai begini, mau apapun, mau daging, bawang kalau produksi dalam negeri tidak cukup kita akan impor," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim stok cabai dan bawang merah aman untuk kebutuhan Ramadhan dan Idul Fitri. Dia masih optimistis, Pemerintah tak perlu impor.

"Mudah-mudahan tidak, (impor) itu alternatif paling terakhir," katanya di Istana Negara, Senin (8/6). Untuk beras, Amran juga memastikan stoknya aman untuk kebutuhan puasa dan lebaran.

Seperti diketahui, pemerintah menyatakan akan melakukan impor cabai dan bawang merah dalam waktu dekat.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, impor harus dilakukan karena produksi dua komoditas tersebut tak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga, harganya saat ini mengalami kenaikan.

"Pemerintah siap melakukan impor untuk mengendalikan naiknya harga cabai dan bawang," katanya saat memberikan konferensi pers usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (3/6).

Menurut Rachmat, ada sejumlah daerah yang saat ini tengah panen cabai dan bawang merah. Namun, hasil panen tersebut diyakini tetap tidak bisa memenuhi total kebutuhan pasar di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement