REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan pemerintahan Joko Widodo memiliki dua mata pisau pembiayaan infrastruktur. Hal ini karena, tambahnya, kebutuhan pembiayaan infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 hingga 2019, tak sepadan dengan jumlah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Heri memaparkan berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2014, kebutuhan investasi untuk rencana infrastruktur pemerintah mencapai 5.519 triliun. "Tapi berdasarkan data INDEF, lanjutnya, dalam jangka 5 tahun, dana APBN yang tersedia diprediksi hanya 1.178 triliun. Artinya ada gap pendanaan 4,341 triliun," jelasnya saat menggelar diskusi rutin INDEF, Kamis (30/4).
Dia menambahkan untuk menutup pembiayaan yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah harus mencari dana di luar APBN.
Berdasarkan data Bappenas 2014, angka 5.519 triliun itu dikelurkan pemerintah pada beberapa sektor strategis, di antaranya perhubungan laut, listrik dan migas, kereta api, serta transportasi udara. Sejak periode 2005 hingga 2012, belanja infrastruktur meningkat 17,6 persen per tahun.