REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa kinerja penyaluran program beras bagi masyarakat berpendapatan rendah (raskin) pada 2014 belum efektif. Pasalnya, masih banyak ditemukan permasalahan terkait data penerima manfaat yang belum mutakhir dan mekanisme pengujian kualitas beras yang belum jelas.
Juru Bicara BPK Yudi Ramdan Budiman mengatakan, pemeriksaan kinerja pengelolaan program raskin dilakukan kepada Tim Koordinasi Raskin Pusat yang terdiri dari beberapa kementerian. Antara lain yakni Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Bulog.
Pemeriksaan dilakukan di sepuluh provinsi diantaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua Barat. “Terdapat 196 desa/kelurahan di 50 kabupaten/kota yang tidak melakukan pemutakhiran data, sehingga penerima program raskin berisiko tidak tepat sasaran,” ujar Yudi di Jakarta, Rabu (29/4).
Menurut Yudi, pembentukan Tim Koordinasi Raskin Pusat belum disertai dengan penetapan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi yang terlibat. Sehingga, terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan uraian tugas dalam rangka pengelolaan program raskin. Akibatnya, masih banyak data yang rancu dan tidak mutakhir.
Selain itu, monitoring dan evaluasi program raskin belum berjalan secara optimal. Tim Kooordinasi Raskin Pusat belum menetapkan mekanisme monitoring yang terintegrasi sehingga hasilnya sulit untuk diukur dalam capaian program. Oleh karena itu, BPK memberikan rekomendasi penyusunan SOP pelaksanaan monitoring dan evaluasi agar dapat berjalan secara terintegrasi dan menjadi bahan perbaikan untuk mengambil kebijakan selanjutnya.