REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa kinerja penyaluran program beras bagi masyarakat berpendapatan rendah (raskin) pada 2014 belum efektif. Pasalnya, masih banyak ditemukan permasalahan terkait data penerima manfaat yang belum mutakhir dan mekanisme pengujian kualitas beras yang belum jelas.
Juru Bicara BPK Yudi Ramdan Budiman mengatakan, pemeriksaan kinerja pengelolaan program raskin dilakukan kepada Tim Koordinasi Raskin Pusat yang terdiri dari beberapa kementerian. Antara lain yakni Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Bulog.
Pemeriksaan dilakukan di sepuluh provinsi diantaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua Barat. “Terdapat 196 desa/kelurahan di 50 kabupaten/kota yang tidak melakukan pemutakhiran data, sehingga penerima program raskin berisiko tidak tepat sasaran,” ujar Yudi di Jakarta, Rabu (29/4).
Yudi mengatakan, data Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) yang ditetapkan oleh TPN2K belum sesuai dengan kondisi riil penerima raskin. Proses pemutakhiran data penerima manfaat yang tidak layak menerima bantuan raskin melalui musyawarah desa/kelurahan, tidak seluruhnya dikirimkan ke TNP2K dan diproses lebih lanjut.
Untuk mengisi kekosongan RTS PM dari pagu yang tersedia, pada 2015 TNP2K menetapkan data dalam Basis Data Terpadu (BDT) dengan status kesejahteraan yang lebih tinggi dari sasaran sebelumnya. Hal ini memberikan dampak bahwa data RTS PM yang disahkan sebagai penerima raskin tidak sesuai dengan kondisi riil di daerah, sehingga berpotensi tidak tepat sasaran.
“Data yang dipakai adalah data tahun 2011 dan proses validasinya masih belum jelas,” kata Yudi.