Senin 20 Apr 2015 16:47 WIB

Jadi Calon Deputi Gubernur BI, Ini Program Kerja Erwin Riyanto

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Karyawan melintas di Lobby Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (14/4).  (Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melintas di Lobby Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (14/4). (Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kandidat Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Riyanto memaparkan program kerja yang akan ia tampilkan jika terpilih sebagai Deputi Gubernur BI menggantikan Halim Alamsyah yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Deputi BI pada Juni 2015.

"Dalam mencapai sistem keuangan yang stabil dan sehat, harus dimulai dengan penguatan sinergi lintas institusi," kata dia dihadapan anggota komisi XI DPR RI pada Senin (20/4). Itulah yang menurutnya akan mengantarkan keuangan dan perekonomian Indonesia yang mandiri, tumbuh dan berkelanjutan.

Menyoal nilai tukar, lanjut dia, perbaikannya memang berkaitan dengan permasalahan mikro dan makro yang berkaitan dengan neraca defisit perdagangan dan ini erat kaitannya dengan koordinasi internal.

Kondisinya saat ini sebanyak 38 persen surat berharga negara berada di tangan asing yang menjadi "sandra" bagi BI dalam melakukan pengelolaan keuangan. Kondisi tersebut diperparah dengan keadaan di pasar modal di mana terdapat 60 persen perusahaan asing yang mendominasi. "Keluar masuknya asing berpengaruh besar terhadap keuangan kita, jadi ada banyak yang di luar kendali BI," tuturnya.

Maka yang terpenting, kolaborasi dan koordinasi perlu diseriusi dengan lembaga lain dalam agenda menforong akselerasi infrastruktur nasional. Ia mencontohkan bagaimana mungkin terjadi situasi di mana jeruk di Medan harganya sangat murah dan dibiarkan membusuk, namun jeruk di Jakarta sangat mahal. Itu artinya ada masalah distribusi yang berkaitan dengan koordinasi antara pusat dan daerah berikut lembaga keuangan di masing-masing wilayah.

Menyoal ekonomi syariah di Indonesia, Erwin pun menyinggung soal koordinasi dan pembangunan trust yang lamban, sehingga perkembangan ekonomi syariah oun menjadi lamban. Padahal, potensinya sangat tinggi untuk membangun perekonomian Indonesia di tengah dominasi masyarakat muslim yang besar.

"Kita lihat dalam zakat dan wakaf, misalnya, ada yang belum diaosialisasikan dan belum dikenal," katanya. Maka koordinasi perbankan dengan badan zakat atau perbankan syariah dalam melakukan sosialisasi dan membangun keprrcayaan masyarakat untuk mengandalkan sistem syariah dalam membuat keputusan keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement