REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Joko Widodo diminta untuk lebih peka dengan kepentingan rakyat. Bahkan, Jokowi diminta untuk tidak melulu menyalahkan rakyat. Hal ini terkait transparansi harga pokok penjualan (HPP) BBM di Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Jokowi sempat mengatakan bahwa 10 tahun terakhir, rakyat telah membakar uang subsidi BBM sebesar nyaris Rp 3 ribu triliun. Jokowi juga menyindir presiden sebelumnya tidak mencabut subsidi lantaran takut kehilangan popularitas.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Rhamson Siagian, menekankan pentingnya transparansi harga pokok penjualan (HPP) bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Rhamson juga meminta, penetapan HPP BBM lebih teliti dan tidak hanya mengacu harga indek pasar Singapura (MOPS), sementara jika mengacu harga di bursa WTI atau Brent semestinya bisa lebih rendah.
“Seharusnya penentuan HPP mau itu RON 90, RON8 8 dilakukan teliti sehingga publik mengetahui. Kalau HPP terlalu tinggi, itu seakan-akan direkayasa harganya ada subsidi,” kata mantan politikus PDIP tersebut dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (19/4).
Rhamson menyayangkan, alih-alih transparan dalam menyampaikan HPP, pemerintah malah menyalahkan rakyat yang menikmati subsidi selama 10 tahun terakhir. “Menentukan HPP pakai MOPS. Kalau dari WTI dan Brent itu sebenarnya lebih rendah. Sehingga pemerintah tidak selalu menyalahkan rakyat, bahwa 10 tahun ini rakyat membakar subsidi BBM hampir Rp 3 ribu triliun,” ujar Rhamson.
Bahkan, dia bilang, siap berdebat dengan tim ekonomi Joko Widodo (Jokowi) terkait HPP ini. Rhamson juga menegaskan, Gerindra selalu peduli akan kepentingan rakyat banyak.