REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan Jepang terhadap risiko stimulus moneter yang dikeluarkan negara tersebut. Kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe atau yang disebut dengan Abenomics merupakan stimulus moneter yang masif.
OECD menyatakan, kebijakan tersebut bertumpu pada tiga "anak panah", yakni ekspansi moneter yang besar, stimulus fiskal dan reformasi struktural.
Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria, mengatakan kebijakan moneter ada batasannya. "Panah pertama sedang bekerja, tapi ada batasannya," ujar Gurria, Selasa (14/4).
Ia mengatakan, Jepang tidak memerlukan pelonggaran moneter lagi untuk saat ini. "Reformasi struktural bukan kapasitas bank sentral," ujarnya.
OECD juga meminta Jepang untuk meningkatkan produktivitas tenaha kerja dan mengeliminasi rintangan perdagangan. Gurria menekankan bahwa panah ketiga dari Abenomics merupakan komponen yang krusial.
Dengan melemahnya yen, Gurria mendorong perusahaan-perudahaan Jepang untuk menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan ekspor sebanyak mungkin. "Jika Jepang sukses dalam memperbaiki ekonomi, yen akan menguat dalam jangka waktu medium hingga panjang," ujarnya.