Jumat 20 Mar 2015 09:25 WIB

Lahan Pertanian Berkurang, Kepala Daerah Harus Bertindak

Rep: c 97/ Red: Indah Wulandari
Seorang petani, Micing (65) mencangkul sawah nya yang sudah rusak di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (26/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Seorang petani, Micing (65) mencangkul sawah nya yang sudah rusak di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (26/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Lahan pertanian yang makin berkurang perlu disikapi dengan serius oleh para kepala daerah dengan mengeluarkan peraturan terkait perlindungan bagi para petani.

Pembatasan penjualan lahan perlu dilakukan. Bahkan lahan sawah mestinya dijual mahal. Perlindungan semacam ini sudah dilakukan di Bantul. Saya harap daerah lain pun dapat mengikutinya," tutur Irjen Pertanian Kementerian Pertanian R Azis Hidajat , Kamis (19/3).

Ia menyampaikan bahwa Peraturan Bupati sangat dibutuhkan untuk melindungi lahan pertanian. Sebab saat ini luas tanah pesawahan dan perkebunan semakin berkurang.

Menurutnya, perlindungan lahan jauh lebih penting, dari pada pembukaan lahan pertanian baru.Sebab produktivitas pertanian di lahan yang baru masih rendah. Bahkan hanya mencapai tiga ton padi per hektar.

Padahal kebutuhan Indonesia akan bahan pokok tersebut sangat tinggi. Hal tersebut tentunya akan menghambat pencapaian target swasembada beras.

Saat ini, rata-rata produktivitas lahan di dalam negeri adalah tujuh ton per hektar. Di Yogyakarta sendiri sudah melebihi angka tersebut.

"Kemarin, di Bantul sudah mencapai 11,2 ton per hektar. Di Prambanan 9,9 ton. Jadi rata-rata hasil panen di Jogja, 10 ton per hektar," ungkap Azis.

Bupati Sleman Sri Purnomo pun mengatakan bahwa di daerah yang dipimpinnya sudah ada rencana detil tata ruang yang dirancang dalam bentuk zonasi.

Ada daerah-daerah yang khusus diperuntukkan bagi pemukiman dan pertanian. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan dan melindungi lahan.

Selain itu, Bupati pun menyampaikan bahwa Pemkab telah mengimbau agar masyarakat membangun rumahnya secara vertikal ke atas.

"Kami sudah beritahu masyarakat agar jangan membangun rumah secara horizontal. Karena itu bisa memakan banyak lahan," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono menyebutkan bahwa 200 hektar tanah di Yogyakarta selalu berkurang setiap tahunnya. Hal ini merupakan kondisi yang memperihatinkan. Sebab menyebabkan penurunan lahan pertanian yang mengancam produktivitas bahan pangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement