Kamis 12 Mar 2015 17:20 WIB

OJK: Perbankan Masih Bisa Bertahan Sampai Rupiah Rp 14.000

Rep: C87/ Red: Satya Festiani
Rupiah Semakin Melemah: Teller melakukan transaksi dengan nasabah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Semakin Melemah: Teller melakukan transaksi dengan nasabah di Banking Hall Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan kondisi perbankan Indonesia masih bisa bertahan sampai rupiah di level Rp 14.000 terhadap dolar AS. Hal itu berdasarkan stress test yang dilakukan OJK terkait kondisi ketahanan perbankan terhadap pelemahan rupiah.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Irwan Lubis mengatakan, OJK sudah melakukan stress test ketahanan perbankan terkait nilai tukar. OJK tidak menggunakan satu variabel karena tekanan nilai tukar akan diikuti variabel-variabel lain.

"Saya kira bank kita masih oke, modal profil risiko masih memenuhi ketentuan. Sampai Rp 14.000 its okey," kata Irwan dalam konferensi pers di kantor pusat OJK Jakarta, Kamis (12/3).

Namun, jika rupiah mencapai Rp 15.000 per dolar AS, hasil stress test tersebut menunjukkan ada 1-5 bank kecil yang tidak mampu bertahan. Bank tersebut adalah bank kecil dan kondisi modalnya sangat jauh dari profil risiko.

"Harus ada langkah-langkah kita tidak harus menunggu depresiasi rupiah semakin jauh, tapi kita amati kalau terkanan semakin kuat kita akan ada super treasury.

Kalau Rp 15.000 kita diskusi lagi," jelasnya.

Irwan mencontohkan, modal profil risiko antara 12-13 persen, kalau bank di border rupiah di Rp 12.000- Rp 13.000, jika disimulasi Rp 15.000 akan kena. Tapi bank tersebut akan kena second round effect, efek dari depresiasi rupiah terhadap rasio kredit bermasalah (NPL). Namun, sampai saat ini dia menilai rasio NPL masih terjaga. NPL per Januari 2015 sebesar 2,23 persen gross dan 1,15 persen net, dibandingkan posisi Desember masing-masing 2,04 persen gross dan 1,01 persen net.

Sedangkan, risikonya first round effect karena risiko pasar. Jika bank tersebut punya exposure valas besar kemudian posisinya short, diperkirakan terkena laba rugi.

Pada second round, saat bank menyalurkan kredit, debitur ada usaha yang bersentuhan dengan komponen impor yang menggunakan valuta asing. Artinya jika kondisinya terganggu, akan mengganggu kelancaran pembayaran sehingga pembentukkan cadangan kerugian semakin besar. Hal itu akan berpengaruh terhadap laba rugi, kemudian laba rugi berpengaruh terhadap modal.

"Nanti itu akan terkena di bawah profil risiko, tapi kita sudah stress test sampai Rp 15.000 hanya 1-5 itu pun bank-bank kecil," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement