Senin 02 Mar 2015 21:02 WIB

Menko Maritim Optimis Dwelling Time Hanya 4,7 Hari

Rep: C84/ Red: Satya Festiani
According to Indonesian Logistics and Forwarders Association (ALFI), dwelling time in Tanjung Priot Port is among the worst with 8,7 days process. While in Thailand the dwelling process takes five days, followed by Malaysia (for days), Australia (three day
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
According to Indonesian Logistics and Forwarders Association (ALFI), dwelling time in Tanjung Priot Port is among the worst with 8,7 days process. While in Thailand the dwelling process takes five days, followed by Malaysia (for days), Australia (three day

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dwelling Time atau waktu tunggu di pelabuhan di Indonesia ditengarai masih cukup lama yakni berkisar antara 9-10 hari. Oleh karenanya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengumpulkan Rapat Koordinasi (Rakor) yang dihadiri sejumlah kementerian yang berada di bawah Koordinasi Menko Maritim seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian atau lembaga lainnya yang terkait dalam pengelolaan kepelabuhan seperti Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Pelindo di Gedung BPPT II, Jakarta, Senin (2/3), untuk membahas prmangkasan Dwelling Time di Pelabuhan.

Kata Indroyono, untuk mendorong percepatan Dwelling Time sesuai rekomendasi dari Ombudsman, 16 Kementerian Lembaga sudah siap bekerja sama untuk menurunkan waktu Dwelling Time ini. Dari 16 Kementerian Lembaga nantinya akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Pre Clearence Custom, seperti dari badan-badan perdagangan, POM, dan karantina yang mengawasi barang-barang sebelum masuk ke bea cukai dengan sasaran 2,7 hari.

Yang kedua ialah Clearence Custom, dari bea cukai, yang berharap memangkas waktu menjadi hanya setengah hari. Dan, yang terakhir ialah Push Clearence Custom yang ditargetkan mampu mencapai angka satu setengah hari. Dengan demikian, dia optimis waktu 4,7 hari yang ditargetkan untuk proses Dwelling Time dapat terlaksana pada tiga bulan mendatang.

Ia menambahkan, saat ini proses Dwelling Time masih berkutat di angka 8 hari. "Dalam rakor ini, kami sepakat dan menyetujui untuk menerapkan UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran," ujarnya kepada wartawan. Semua proses ini, lanjutnya, berada dibawah Kementerian Perhubungan.

Selain itu, sistem tata kelola pelabuhan yang menargetkan dwelling time 4,7 hari ini akan mengadopsi proses pengurusan perizinan yang telah diterapkan  BKPM saat ini yaitu Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP). Langkah sepanjutnya ialah berupaya mengintegrasikan ke 16 Kementerian Lembaga ini dalam sistem Online. "Kebetulan sudah ada modal, termasuk modal National Single Window (NSW)," lanjutnya. NSW yang sudah disusun akan berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan perdagangan.

Dia melanjutkan, Menteri Perhubungan juga akan menyiapkan suatu port authority yang akan memantau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perijinan secara online. Dengan begitu, segala proses perijinan akan lebih mudah diawasi termasuk adanya resiko atau tidak dalam barang yang keluar masuk.

Pada prinsipnya Indroyono menilai semua Kementerian Lembaga sudah siap melaksanakan arahan dari Presiden Jokowi untuk membuat masalah ini lebih simple sehingga mampu menekan besarnya cost logistik nasional Indonesia dimana saat ini masih berkutat di angka 24,5 persen dari GDP. Target kita, kata Indroyono ialah berada di bawah 20 persen.

Ia mengaku optimis Dwelling Time 4,7 hari dapat terlaksana pada tiga bulan ke depan jika melihat pemaparan dari bea cukai.

Indroyono menegaskan sejauh ini sistem Dwelling Time sudah berjalan baik dengan tingkat keberhasilan sekitar 80 persen yang masuk jalur hijau.

Sedangkan, yang berada pada jalur merah berkisar 6-7 persen dengan barang-barang yang tidak sejenis atau campur aduk, hal itu yang terkadang menyulitkan dan memakan waktu lama bongkar muat di pelabuhan.

Ia juga mengaku akan mengevaluasi terkait tidak ada biaya selama tiga hari pada proses Dwelling Time. Kata dia, terkadang perusahaan sengaja menunda atau memperlama proses Dwelling Time mengingat tidak adanya sanksi yang tegas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement