REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Ichsanudin Noorsy menilai Indonesia tak tepat jika penyesuaian harga bahan bakar minyak mengikuti harga minyak dunia. Sebab, hal ini membuktikan bahwa Indonesia tidak bisa lepas dari dikte perekonomian internasioanl.
"Justru dengan ia mengikuti harga minyak dunia bisa dibuktikan, ekonomi Indonesia terdikte dengan kekuatan modal, dan penguasa," ujar Ichsan saat dihubungi ROL, Senin (2/3).
Selain itu, Ichsan mengkritik pemerintah yang menyebut Indonesia menyandarkan harga bahan bakar minyak dengan Brand. Ia menilai, mestinya Indonesia menyandarkan harga bahan bakar ke West Texas Intermediate (WTI).
WTI berada posisi harga minyak yang lebih rendah daripada brand. "Harusnya lebih murah daripada saat ini, kalau kita menyamakan dengan harga brand, kita harusnya sudah sesiap Amerika yang sudah unggul dalam kedaulatan energi dan teknologinya," ujar Ichsan.
Selain itu, harusnya pemerintah mengawasi fluktuasi harga minyak. Sebab, kecenderungan saat ini adalah penggunaan energi fossil semakin tergeser ke energi terbarukan.
Dari hal tersebut, Ichsan menilai, pemerintah tidak tepat dalam menaikan harga bahan bakar minyak, ataupun mengklaim menyesuaikan harga minyak dunia. Pemerintah melalui kementerian ESDM menaikan harga BBM jenis premium sebesar Rp 200. Harga premium sebelumnya berada di harga Rp 6.700 menjadi Rp 6.900 perliter.