Rabu 25 Feb 2015 02:45 WIB

Daerah Terkendala Manajemen Tata Kelola Keuangan

Rep: C87/ Red: Satya Festiani
Ruangan PTSP Pusat di BKPM yang nyaman dan modern sesuai dengan standar pelayanan yang ada di perbankan.
Foto: Dok.Kemenhut
Ruangan PTSP Pusat di BKPM yang nyaman dan modern sesuai dengan standar pelayanan yang ada di perbankan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai salah satu masalah utama yang selalu muncul di daerah adalah manajemen tata kelola keuangan. Kondisi beberapa provinsi serta kabupaten/kota hasil pemekaran yang gagal berkembang juga turut menghambat perekonomian daerah.

Mendagri mengatakan, berdasarkan data BPK dan KPK, dalam 10 tahun terakhir, hanya 36 persen provinsi, kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pertanggungjawaban keuangan daerah dengan baik.

Menurut Tjahjo, yang terjadi selama ini kebanyakan aparatur daerah tidak memprioritaskan perencanaan keuangan dengan baik. Akibatnya, banyak area rawan korupsi yang menyangkut perencanaan anggaran, pajak dan retribusi, danah hibah dan bantuan sosial, serta mekanisme perjalanan dinas yang membelit para aparatur daerah. Hal itu dinilai menjadi preseden buruk bagi para investor yang akan menanamkan modalnya.

 “Sejak mulai maraknya pembentukan daerah otonomi baru dari tahun 1999 hingga sekarang, sebanyak 60 persen daerah otonomi baru tersebut tidak mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga tujuan pemerataan pembangunan tidak tercapai,” kata Tjahjo dalam acara Rakor Penanaman Modal di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jakarta, Senin (23/2).

Saat ini Kemendagri tengah menyelesaikan peta pemekaran wilayah termasuk menelaah batas-batas wilayah sehingga penerimaan usulan pemekaran wilayah dapat dijalankan dengan lebih selektif.

Selain itu, Mendagri juga menyoroti permasalahan mengenai tumpang tindihnya peraturan di daerah. Dalam 3 bulan terakhir, Kemendagri telah mengembalikan sekitar 100 Perda yang bermasalah dan melakukan review terhadap 68 Peraturan Mendagri yang akan diselaraskan.

Sementara itu, para aparatur daerah yang hadir dalam Rakor mengungkapkan beberapa kendala di daerah yang sering dihadapi, diantaranya mengenai keamanan di wilayah perbatasan serta masalah menyangkut perburuhan.

Oleh sebab itu, Mendagri meminta Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) Provinsi seluruh Indonesia mendorong para aparatur daerah untuk saling berlomba mendatangkan investasi serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar mampu mengembangkan kekuatan ekonomi daerah.

Mendagri berharap para aparatur BPM-PTSP Provinsi dapat menjadi agen penanaman modal atau salesman yang baik dalam menarik minat investasi ke masing-masing daerah. Oleh karena itu daerah diminta mengoptimalkan peluang investasi yang dimilikinya.

Untuk mencapai hal tersebut, Mendagri meminta para aparatur BPM-PTSP Provinsi memperioritaskan 6 hal. Pertaman,  kemudahan perizinan melalui penerapan PTSP. Kedua, pemberian insentif bagi penanam modal di daerah. Ketiga, pengembangan produk unggulan daerah termasuk pariwisata. Keempat, pengembangan kerajinan daerah. Kelima, pengembangan kuliner khas daerah. Keenam, menciptakan inovasi program unggulan daerah.

 “Pemerintah Daerah hendaknya membantu proses percepatan perizinan, bukan menghambat, untuk itu kami dorong bagi daerah yang belum menjalankan PTSP agar segera mempersiapkannya. Kami harapkan dalam waktu 3 tahun, seluruh PTSP Provinsi dan Kabupaten-Kota sudah terintegrasi dengan PTSP Pusat,” harapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement