Senin 23 Feb 2015 20:00 WIB

Payung Hukum Keuangan Syariah di Rusia Tengah Disiapkan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Satya Festiani
keuangan syariah/ilustrasi
Foto: alifarabia.com
keuangan syariah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Majelis Rendah Parlemen Rusia, The State Duma, akan meninjau aturan yang memperbolehkan beroperasinya perbankan syariah dalam dua bulan ke depan. Dengan itu diharapkan ada payung hukum keuangan syariah yang ditetapkan lembaga legislatif di semester ke dua tahun ini.

"Amandemen peraturan ini diharapkan bisa menarik dana dari negara-negara mayoritas Muslim terutama Uni Emirat Arab, Malaysia dan Indonesia," kata Deputi Majelis Rendah Parlemen Rusia yang sekaligus Ketua Asosiasi Perbankan Regional Rusia Anatoly Aksakov seperti dikutip Bloomberg, Senin (23/2).

Tanpa menyebut angka spesifik, Aksakov mengatakan Rusia berniat menarik puluhan miliar dolar dana untuk membiayai berbagai proyek pemerintah seperti pembangunan jalur kereta dan usaha manufaktur domestik.

Kombinasi anjloknya harga minyak dunia dan saksi Amerika Serikat beserta sekutunya setelah Presiden Rusia Vladimir Putin bersikukuh menarik Crimea dari Ukraina membuat Rusia masuk dalam resesi.

''Karena nilai ruble terus turun dan pasokan barang lebih banyak dari hasil impor, harga barang kian melangit. Kami harap keuangan Islam bisa membantu,'' kata Askakov.

Rusia bukan negara non Muslim pertama yang menggunakan instrumen keuangan Islam. Inggris, Luksemburg, dan Afrika Selatan sudah menerbitkan surat utang syariah (sukuk) pertama mereka ke pasar internasional pada 2014 lalu. Pricewaterhouse Coopers memperkirakan nilai sukuk akan mencapai 2,6 triliun dolar AS pada 2017.

Ekonomi Rusia diprediksi tumbuh negatif empat persen pada 2015 ini. Pertumbuhan ekonomi sudah terlihat melambat 0,6 persen pada 2014 dari pertumbuhan 1,3 persen pada 2013.

Nilai tukar ruble sudah anjlok 46 persen dan harga minyak sudah menyentuh setengah harga dari harga tahun lalu. Sementara Rusia sangat mengandalkan perdagangan gas dan minyak bumi sebagai pendapatan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement