Senin 16 Feb 2015 16:09 WIB

API: Impor Pakaian Bekas Rugikan IKM

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Sejumlah calon pembeli melihat pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta, Ahad (1/2).   (Antara/Rosa Panggabean)
Sejumlah calon pembeli melihat pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta, Ahad (1/2). (Antara/Rosa Panggabean)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor pakaian bekas dapat merugikan dan merusak pertumbuhan industri kecil di bidang tekstil dan produk tekstil (TPT). Akibatnya, omzet industri kecil tersebut terancam menurun dan pangsa pasarnya semakin berkurang.

Excecutive Secretary Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), E.G Ismy, mengatakan, masuknya pakaian bekas impor dapat mengancam turunnya produksi di Industri Kecil dan Menengah (IKM) TPT mencapai 20 persen. Padahal, setiap tahun jumlah produksi IKM TPT mencapai 5 miliar untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Ismy menjelaskan, pada 2014 perkiraan peredaran produk TPT di pasar domestik mencapai Rp 154 triliun. Dengan rincian, impor untuk konsumsi rumah tangga secara resmi atau legal mencapai Rp 48,02 triliun. Sedangkan, pasokan produk lokal diluar kebutuhan industri sekitar Rp 95,35 triliun.

Dengan demikian total pasokan produk lokal dan impor mencapai Rp 143,37 triliun. Padahal, jika dilihat dari peredaran, seharusnya kebutuhan TPT untuk pasar domestik di luar kebutuhan industri masih mengalami kekurangan. Sehingga, diduga ada tujuh persen peredaran TPT di pasar domestik yang ilegal.

"Diduga peredaran produk TPT ilegal mencapai sekitar Rp.11 triliun, termasuk impor pakaian bekas," kata Ismy di Jakarta, Senin (16/2).

Dari jumlah tersebut, Ismy memperkirakan ada potensial loss yang dialami oleh IKM TPT sekitar Rp. 8 triliun per tahun. Seharusnya kekosongan di pasar lokal bisa diisi oleh industri dalam negeri. Namun, pasar tersebut justru diambil alih oleh produk impor pakaian bekas, sehingga pelaku IKM di dalam negeri kehilangan pangsa pasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement