Senin 16 Feb 2015 14:24 WIB

Pengamat: Ditjen Pajak Jangan "Pilih-pilih Tebu"

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Satya Festiani
Petugas Ditjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM menunjukkan foto ruangan tempat penyanderaan tiga WNI penanggung pajak di Lapas Kelas I Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Foto: ANTARA FOTO/Suryanto/Koz/mes/15
Petugas Ditjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM menunjukkan foto ruangan tempat penyanderaan tiga WNI penanggung pajak di Lapas Kelas I Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak tidak pilih-pilih dalam melakukan penegakan hukum melalui upaya gijzeling atau penyanderaan.

Dia mengatakan, semua wajib pajak (WP) yang tidak membayar utang pajaknya dalam jangka waktu tertentu misalnya dua tahun, harus dilakukan penagihan paksa dengan gijzeling. Jangan hanya kepada WP yang menunggak pajak sekurang-kurangnya Rp 100 juta.

"Upaya gijzeling dengan syarat utang pajak minimal Rp 100 juta ini seperti pilih-pilih tebu," kata Roni kepada Republika Online, Senin (16/2).

Padahal, kata dia, esensi gijzeling adalah salah satu bentuk untuk memberi efek jera atau memaksa WP membayar utang pajaknya.

"Seharusnya, berapapun jumlah utang pajak WP yang tidak dibayar bertahun-tahun, bisa masuk dalam lingkup gijzeling," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement