Kamis 29 Jan 2015 04:00 WIB

Inflasi Sepanjang 2015 Diprediksi Stabil di Angka 8 Persen

Rep: C78/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
ilustrasi inflasi.
ilustrasi inflasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi sepanjang 2015 diprediksi akan relatif stabil dalam kisaran 7,5-8,0 persen dan akan menurun tajam pada November 2015 dan menjadi kurang dari 5 persen. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis Economic Research PT Danareksa yang kemudian disampaikan dalam seminar bertajuk "Prospek Ekonomi Indonesia 2015 dan Urgensi Pembangunan Infrastruktur" pada Rabu (28/1).

Peneliti Danareksa, Damhuri Nasution menguraikan, pada Januari 2015, inflasi bulanan masih berpotensi cukup tinggi mengingat faktor musim. Hal tersebut ditunjukkan dari harga kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan cukup tinggi.

Terlebih, pemerintah tidak banyak melakukan upaya pengendalian kenaikan harga seperti misalnya operasi pasar.  Meskipun begitu, kenaikan harga diperkirakan akan teredam oleh penurunan harga BBM yang akan diikuti dengan penurunan tarif angkutan serta harga LPG dan semen.

“Dengan demikian, inflasi bulan ini diperkirakan sekitar 0,5 persen, lebih rendah dari inflasi bulan yang sama tahun lalu,” tuturnya. Sehingga, lanjut dia, inflasi tahunan pada Januari diperkirakan akan turun sekitar 7,7 persen.

Dilihat dari sisi eksternal, Damhuri melihat bahwa tekanan inflasi diperkirakan relatif terjaga. Penyebabnya, harga komoditas di pasar global diprediksikan akan relatif stabil sampai akhir 2015. EIA memperkirakan harga minyak mentah dunia tahun 2015 akan cenderung flat dalam kisaran 82-86 dolar Amerika per barel.

Maka, tren pertumbuhan ekonomi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi yakni Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menyebabkan kenaikan tekanan inflasi yang diikuti pula oleh kenaikan suku bunga serta penurunan daya beli masyarakat, sekaligus juga menurunkan konsumsi dan investasi.

“Dampaknya akan terjadi perlambatan aktifitas perekonomian secara keseluruhan,” katanya.

Karena itu, guna meminimalkan dampak perlambatan tersebut, pemerintah perlu menggulirkan kebijakan moneter dan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Otoritas moneter, kata dia, diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada level yang relatif tinggi untuk mengendalikan inflasi dan menurunkan current account deficit ke level yang lebih terjaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement