REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana total penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat ini mencapai sekitar Rp 48,5 triliun atau 1,2 persen dari total dana pinjaman. Ditargetkan, akhir 2015 total dana penjaminan mencapai Rp 60 triliun.
Kepala Eksekutif LPS, Kartika Wirjoatmodjo, mengaku sesuai amanah Undang-undang harus ada Peraturan Pemerintah dan Perpres untuk mengatur bagaimana pola kalau LPS kehabisan dana. Kartiko mengaku sedang mengupayakan dengan Kementerian Keuangan untuk mengatur PP dan Perpres yang mengatur bagaimana Kementerian Keuangan bisa memberikan pinjaman ke LPS.
Namun, sementara hal itu masih wacana. Draf yang disusun tersebut akan dikirim ke Kementerian Hukum dan HAM.
Sementara itu, LPS telah mengumpulkan uang premi dari perbankan senilai Rp 2,48 triliun. Premi tersebut diinvestasikan dalam instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai instrument yang dianggap bebas risiko.
Sebab, sesuai regulasi, LPS hanya boleh menginvestasikan di SBN dan SBI. Menurutnya, hal itu harus dikaji, karena di seluruh dunia Deposite Insurance Corporation (DIC) memang menaruh dana di bank sentral atau di SBN.
"Tapi timbul pertanyaan lanjutan kalau krisis LPS butuh dana bagaimana, harus kita kaji kalau kita investasi di luar itu (SBN dan SBI), tapi kalau keluar dari itu harus amandemen Undang-undang," terangnya.