REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM bersubsidi per awal Januari lalu kemarin berpotensi adanya tindak korupsi. Perhitungan ICW ini mengacu pada aturan pemerintah untuk menghitung beban subsidi BBM yang berdasarkan realisasi MOPS (mean oil platts singapore) hingga Desember 2014.
Sedangkan, pemerintah menggunakan indikator harga minyak mentah (Indonesia Crude Price) 60 dolar AS per barel, dengan kurs Rp 12.380 dalam menentukan harga BBM. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil pun menjelaskan penentuan harga BBM ini termasuk perhitungan pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak daerah.
"Terlalu tinggi, karena di dalamnya ada pajak PPN 10 persen, ada pajak daerah 5 persen," jelas Sofyan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa (6/1).
Lanjutnya, perhitungan ini juga termasuk menggunakan formula alpha, yakni ongkos distribusi dan marjin. "Udah termasuk alpha. Udah termasuk kewajiban Pertamina bahwa harga yang sama di seluruh Indonesia, kecuali di Jawa dan Bali. Karena di Jawa dan Bali dimungkinkan pemda menetapkan pajak daerah antara 5 sampai 10 persen," jelasnya.
Menurutnya, nilai keekonomian harga BBM ini pun bergantung pada harga MOPS serta harga mata uang. Sofyan juga menjelaskan harga BBM pun akan kembali berubah pada bulan depan.
Sebelumnya, harga BBM kembali berubah. Pemerintah telah menurunkan harga BBM Premium dari Rp8.500 menjadi Rp7.600 dan Solar dari Rp7.500 menjadi Rp7.250.