Kamis 25 Dec 2014 16:00 WIB

Tepat, Alokasi Rp 230 Triliun untuk Infrastruktur, Konektivitas dan Kedaulatan Pangan

Rep: satria kartika yudha/ Red: Taufik Rachman
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kanan) meninjau kondisi Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Kamis (4/14).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kanan) meninjau kondisi Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Kamis (4/14).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyambut positif postur Rancangan APBN Perubahan 2015 yang disusun pemerintah. Dia menilai langkah pemerintah sudah tepat apabila mengalokasikan tambahan ruang fiskal sebesar Rp 230 triliun yang akan diprioritaskan untuk  pembangunan infrastruktur, konektivitas, dan pangan.

Bagi Enny, sangat wajar apabila pemerintah memberikan alokasi besar terhadap ketiga sektor tersebut. Sebab, sektor infrastruktur, konektivitas, dan pangan merupakan sektor yang mampu menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada tahun depan ditargetkan tumbuh 5,8 persen. "Secara sektor memang sudah tepat," kata Enny ketika dihubungi Republika, Kamis (25/12).

Akan tetapi, tambah Enny, pemerintah jangan sampai salah merumuskan hal-hal prioritas pembangunan dari ketiga sektor tersebut. Untuk kedaulatan pangan misalnya,   pemerintah tidak cukup hanya dengan melakukan perbaikan irigasi seperti yang selama ini digembor-gemborkan. Tetapi juga harus menjalankan program berupa pemberian subsidi benih kepada petani dan memperbaiki tata niaga pertanian.

"Persoalan pangan kita sangat kompleks, dari hulu ke hilir. Program yang harus dijalankan harus bisa menjawab permasalahan penurunan produktivitas di sektor pertanian," dia menyarankan.

Mantan staf ahli Komisi X DPR RI tersebut menambahkan hal serupa juga harus dilakukan dalam pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang perlu digenjot pembangunannya adalah infrastruktur dasar, terutama yang bisa memacu perkembangan industrialisasi. Persoalan utamanya mengenai energi listrik yang menurutnya masih menjadi kendala untuk membangun kawasan industri.

Padahal, ada banyak sekali investor yang mau masuk ke Indonesia untuk sektor industri.  "Dan tentunya juga infrastruktur seperti jalan dan sanitasi harus jadi prioritas," dia menyarankan.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada Rabu (24/12) memaparkan, tambahan ruang fiskal sebesar Rp 230 triliun didapat dari hasil pengurangan subsidi BBM, penurunan harga minyak dunia, serta peningkatan penerimaan pajak.

Dana itu akan lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) serta Kementerian Perhubungan. Selain itu juga untuk sektor pangan di bawah Kementerian Pertanian. "Paling besar untuk infrastruktur," kata Bambang dalam konferensi pers di Kantor Presiden.

Meski begitu, Bambang belum bisa menyebutkan berapa besar alokasi yang akan diberikan kepada ketiga kementerian tersebut. Dia mengaku masih menghitung jumlah anggaran tambahannya. "Setelah pemerintah ajukan rancangan APBN-P baru bisa dilihat," dia menuturkan.

Berbeda dengan Bambang, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyebut bahwa Kemenpupera bakal mendapat anggaran sebesar Rp 120 triliun. "Untuk PU (Kemenpupera), totalnya itu sekitar Rp 120 triliun. Itu prioritas karena memang kami komitmen untuk mengalokasikan dana ke sektor produktif," Sofyan mengatakan.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Basuki Hadimuljono mengatakan kementerian yang dipimpinnya meminta dana hasil penghematan subsidi BBM sebesar 47,5 triliun. Sebab, dana yang dianggarkan pada APBN 2015 sebesar Rp 84,5 triliun dirasa tidak cukup untuk membangun program-program prioritas Presiden Joko Widodo seperti perbaikan irigasi, kedaulatan pangan, ataupun pembuatan bendungan.

Dia merinci, dana tambahan sebesar Rp 47,5 triliun tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 20 triliun, Rp 12,5 triliun untuk kedaulatan pangan, Rp 13 triliun untuk peningkatan air minum, dan terakhir Rp 2 triliun untuk perumahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement