Selasa 20 Aug 2024 20:15 WIB

Pengamat: Strategi Pembangunan Infrastruktur Prabowo Bakal Berbeda dengan Jokowi 

Di era Prabowo, seharusnya sudah ada infrastruktur yang dimonetisasi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pengamat ekonomi Piter Abdullah.
Foto: Republika/Lida
Pengamat ekonomi Piter Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi Piter Abdullah mengkritisi tentang strategi pembangunan dan pengembangan infrastruktur Presiden terpilih Prabowo Subianto pada periode kepemimpinan 2025—2029 bakal berbeda dengan strategi yang dijalankan oleh Presiden Jokowi. 

Jika Jokowi lebih banyak menggenjot pembangunan infrastruktur secara agresif, menurutnya Prabowo semestinya lebih memikirkan tentang pemanfaatan infrastruktur yang berfokus pada upaya menyempitkan defisit.

Baca Juga

“Prabowo seharusnya tidak meng-copy paste Jokowi, karena kondisinya sudah berbeda, tuntutannya berbeda,” kata Piter dalam FGD bertajuk ‘Kinerja BUMN, Realita atau Dongeng?’ di Kantor Republika, Selasa (20/8/2024). 

Menurut Piter, masa agresifnya pembangunan infrastruktur dinilai sebagai ‘panggung’ nya era kepemimpinan Jokowi. Sedangkan, Prabowo memiliki gaya tersendiri, terutama menyikapi kondisi terbatasnya ruang fiskal. 

“Periode ini (Prabowo) seharusnya sudah ada beberapa proyek infrastruktur yang bisa dijadikan cuan. Monetisasinya sudah bisa dijalankan. Dan itu bisa menjadi sarana bagi Prabowo untuk memperbaiki BUMN,” terangnya. 

Piter lalu menyinggung BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur yakni BUMN Karya. Dia berujar bahwa BUMN Karya sebenarnya memiliki aset, namun asetnya belum bisa memberikan aliran cashflow yang cukup untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan atau kewajiban-kewajibannya. 

“Maka pendekatan yang dilakukan bisa dengan membuat entitas baru untuk memonetisasi, yang kemudian menutup kewajiban-kewajiban dari BUMN Karya masih sangat mungkin dilakukan. Ini akan lebih mudah lagi kalau rencana program Prabowo terkait dengan perbaikan di sektor lainnya terutama di dalam upaya memperbaiki ruang fiskal, itu bisa berhasil akan jauh lebih mudah,” ungkapnya. 

Piter melanjutkan, menurut hematnya, jika kondisinya masih seperti saat ini, upaya itu memang sulit dilakukan karena ruang fiskal yang sangat terbatas. Hal itu pun diakui oleh Prabowo sendiri yang kerap mengungkit mengenai defisit fiskal yang dibatasi hanya 3 persen. 

Jika seandainya Prabowo memang konsisten dengan rencananya di dalam memperluas ruang fiskal, termasuk rencana pembentukan badan penerimaan dan peningkatan tax ratio, strategi dia akan bisa terwujud. 

“Ujungnya saya kira akan memperbesar ruang fiskal, memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk melakukan sesuatu, termasuk di dalam upaya pembangunan infrastruktur dan membiayai program-proogram strategisnya Prabowo,” kata dia. 

“Sehingga dengan demikian menurut saya pendekatan yang dilakukan oleh Prabowo di dalam melaksanakan program strategisnya akan jauh berbeda dengan pendekatannya Jokowi,” lanjutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement