Sabtu 20 Dec 2014 14:16 WIB

Jaga Utang Luar Negeri, BI Luncurkan PBI

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Demo menolak utang luar negeri, ilustrasi
Foto: Antara
Demo menolak utang luar negeri, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia akan segera mengeluarkan penyesuaian Peraturan Bank Indonesia (PBI)  terkait utang luar negeri (ULN). Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No 16/20/PBI/2014 tertanggal 28 Oktober 2014 yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2015.

Direktur Ekeskutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung, mengatakan, pihaknya mendapat masukan dari dunia usaha sehingga PBI tentang ULN perlu disesuaikan dengan kehati-hatian. Aturan utama PBI tersebut antara lain terkait lindung nilai (hedging), piutang dalam valuta asing (valas) yang akan dimasukkan sebagai komponen valas, dan lainnya.

"Akan kita keluarkan segera penyesuaian-penyesuaian terkait PBI ULN. Yang dulunya trade kredit dulu tidak masuk dalam kewajiban sekarang kita masukkan, fair kan jadi assetnya nambah kewajibannya juga nambah," kata Juda kepada wartawan di kompleks BI, Jakarta Pusat, Jumat (19/12).

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan BI melihat belum banyak perusahaan yang punya ULN melakukan hedging. Namun, BI tidak meminta seluruh ULN di hedging melainkan ULN yang jatuh tempo.

"Kalau masih satu tahun lagi mereka tidak mau hedging tidak apa-apa, tapi yang sudah jatuh tempo tiga bulan atau enam bulan harus dihedging," kata Mirza, Rabu (17/12).

Ekonom Permata Bank, Joshua Pardede, mengatakan ULN swata sudah melampaui utang pemerintah. Sehingga perusahaan dianggap penting melakukan hedging. Menurutnya, hampir transaksi valas di pasar domestik didominasi transaksi spot sehingga saat permintaan meningkat rupiah langsung melemah.

Saat ini, PBI sudah keluar sehingga perusahaan perlu didorong dan diarahkan melakukan hedging. Termasuk perusahaan BUMN, sebab baru 30 persen dari perusahaan BUMN yang melakukan hedging. Sementara perusahaan swasta banyak yang belum melakukan hedging. "Rupiah kita akan cenderung lebih stabil. Seandainya ada lost dari hedging akan dicatat bukan kerugian negara, perusahaan BUMN harus nyaman melakuan hedging," jelasnya saat dihubungi Republika, Jumat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement