REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri BUMN Rini Soemarno mengakui, banyak dari perusahaan-perusahaan BUMN yang merugi lantaran melakukan pinjaman dalam bentuk dolar, padahal pendapatannya lebih banyak dalam bentuk rupiah. Hal ini Rini akui, sudah menjadi perhatiannya sejak awal menjabat sebagai menteri BUMN.
Menurutnya, hal yang aneh ketika perusahaan memiliki pendapatan dalam rupiah namun mengambil hutang dalam bentuk dolar."Memang bunganya murah, tapi kalau dilihat dari fluktuasi nilai tukar bisa menjadi kerugian besar, padahal operasinya cukup bagus emiten-emiten BUMN ini," tutur Rini di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (2/12).
Menurut Rini, kedepan perusahaan BUMN harus lebih berhati-hati dalam mengambil resiko dan menyeimbangkannya. Dia menyarankan, dalam resiko utang dalam bentuk dolar maksimal harus 10 -20 persen dari total pendapatan.
"Garuda sendiri itu utangnya hampir 90 persen dalam bentuk dolar, padahal pendapatan dalam bentuk dolarnya hanya 30 persen. Itu sangat berat, ditambah lagi operasinya menurun, jadi dobel kerugiannya," lanjutnya.
Kedepan Rini ingin perusahaan BUMN lebih transparan dan akuntabel. "Kami menekankan betul transparasi system secara elektronik dan accessable," ujar Rini.