REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Umar Juoro menilai perubahan penghitungan tahun dasar Produk Domestik Bruto (PDB) yang akan dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), bisa mendatangkan keuntungan dan kerugian bagi citra pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Seperti diketahui, mulai tahun depan BPS akan menggunakan tahun dasar 2010 dari sebelumnya 2000 dalam penghitungan PDB yang merupakan instrumen penting mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam penghitungan tahun dasar 2010 yang mengacu pada basis SNA 2008 (System National of Account), ada cukup banyak cakupan penghitungan yang diperluas. Salah satunya adalah klasifikasi PDB menurut lapangan usaha dari sebelumnya sembilan sektor menjadi 17 sektor.
Umar mengatakan perluasan cakupan tersebut bisa menguntungkan apabila sektor-sektor yang diperluas memang mengalami peningkatan. Namun kalau turun, itu tentu akan berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Jadi ada konsekuensinya bagi citra politik pemerintahan Jokowi. Bisa menguntungkan bisa merugikan karena cakupannya lebih banyak yang dihitung," kata Umar ketika dihubungi Republika.
Berdasarkan keterangan dari BPS, 17 sektor yang akan dihitung pada tahun dasar 2010 beberapa diantaranya adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas, pengadaan air, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, hingga penyediaan akomodasi dan makan minum.
Umar mengatakan perluasan cakupan tersebut sebenarnya memang sudah sepatutnya dilakukan. Ini agar pertumbuhan ekonomi dapat merangkum kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebelumnya tidak tercantum. "Yang penting pencatatan statistik ini datanya benar-benar valid. Bukan manipulasi," kata dia.