REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) diprediksi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan suku bunga kredit dan deposito. Kenaikan BI rate juga dinilai tidak menekan inflasi melainkan peluang inflasi lebih tinggi.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto, mengatakan kenaikan BI rate merupakan sinyal naiknya suku bunga lainnya. "Karena kalau tidak dinaikkan maka insentif untuk menabung berkurang sehingga likuiditas berkurang," kata Eko saat dihubungi Republika, Rabu (19/11).
Menurutnya, kenaikan BI rate juga memicu pertumbuhan kredit macet meskipun masih di bawah 5 persen.
Eko mengatakan, arah BI menaikkan BI rate bukan untuk menaikkan bunga kredit. Melainkan kenaikan BI rate berkaitan dengan antisipasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) pada 2015. Selain, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kondisi perekonomian global serta hot money yang cukup besar di Indonesia.
"Potensi pertumbuhan ekonomi rendah di triwulan IV 2014 sekitar 5 persen, bahkan bisa jadi di bawah 5 persen," imbuhnya.
Menurutnya, sebelum menaikkan BI rate, seharusnya BI melihat terlebih dahulu dampak inflasi. Setelah kenaikan harga BBM yang disusul kenaikan BI rate akan memicu inflasi lebih tinggi. Sebab, tekanan di sektor riil lebih tinggi. "Ekonomi turun itu dampak pengetatan moneter," ujarnya.
BI mengumumkan kenaikan suku bunga 0,25 persen menjadi 7,75 persen pada Selasa (18/11) petang dan mulai berlaku efektif pada Rabu.