Senin 17 Nov 2014 18:32 WIB
Kenaikan BBM

'Selesaikan PR Sebelum Naikkan BBM'

Rep: C16/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gempar (Geraka Mahasiswa Peduli Rakyat) berunjuk rasa menolak rencana kenaikan harga BBM di Curug, Serang, Banten, Kamis (13/11).  (Antara/Asep Fathulrahman)
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gempar (Geraka Mahasiswa Peduli Rakyat) berunjuk rasa menolak rencana kenaikan harga BBM di Curug, Serang, Banten, Kamis (13/11). (Antara/Asep Fathulrahman)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Hakam Naja mengatakan Pemerintahan Joko Widodo masih memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Lagipula, tambah dia, tidak ada cukup alasan bagi pemerintah untuk mencabut subsidi BBM ditengah harga minyak dunia yang sedang berada dititik terendah."Alasannya dinaikkan belum cukup kuat, selesaikan dulu PR nya" ujar Abdul Hakam Naja saat dihubungi Republika, Senin (17/11).

Abdul Hakam mengungkapkan masih banyak ditemukannya kebocoran pengelolaan minyak. Sehingga, banyak terjadi kasus-kasus penyelundupan. Selain itu,  ia beranggapan penghitungan harga minyak yang diimpor masih belum efisien.

Menurut Abdul Hakam seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan bahan bakar minyak selain minyak bumi. Pemerintah bisa melakukan konversi energi dengan memaksimalkan gas bumi.

Abdul Hakam juga menyarankan agar pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan yang menggunakan BBM. Seperti, ia mencotohkan, di China yang sudah menggunakan motor listrik. Selain tidak menggunakan BBM juga bisa menekan angka kecelakaan.

Ia menganjurkan agar pemerintah bisa mendiskusikan perihal kenaikan BBM  dengan parlemen terlebih dahulu karena menyangkut perubahan APBN nantinya.

"Ngomong ke DPR dulu, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak" pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement