REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BI mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga The Fed pada 2015 dengan melakukan reformasi dan restrukturisasi ekonomi. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan reformasi dan restrukturisasi melalui pengelolaan APBN, mengendalikan defisit, dan melakukan kebijaka fiskal yang sehat.
"Defisit mengarah ke 2,5 persen PDB akan lebih sehat," kata Mirza dalam konferensi pers di gedung BI, Jakarta Pusat, Kamis (13/11). Di samping itu, pengelolaan APBN difokuskan pada mengurangi pengeluaran yang tidak produktif. Di samping itu mendorong pemerintah melakukan reformasi regulasi sektor riil seperti energi dan pangan.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, menambahkan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan 3,30 persen pada 2014 dan 3,64 persen pada 2015 cukup mempengaruhi pertumbuhan ekspor manufaktur di Indonesia. Meskipun ekspor nonmigas saat ini negatif, diperkirakan pada 2015 akan tumbuh sekitar 4 persen.
Perbaikan ekspor dipastikan akan mendorong investasi. Ekspnasi fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan mencapai 5,4-5,8 persen.
Mirza mengatakan ada faktor selain suku bunga yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dia mencontohkan suku bunga Eropa negatif tapi perekonomian tidak tumbuh. Sedangkan di Jepang suku bunga di level 0,1-0,5 persen lebih dari 10 tahun namun ekonominya juga tidak bergerak.
Sedangkan Amerika menurunkan suku bunga tapi ekonominya bergerak. Sebab, Amerika menerapkan reformasi dan restrukturisasi ekonomi.