REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai kekurangan desainer furniture. Padahal industri furniture memiliki nilai tambah tinggi dan berkontribusi penting terhadap perekonomian negara.
Nilai ekspor furniture rotan pada 2013 mencapai 200 juta dolar AS. Sedangkan nilai ekspor furniture kayu mencapai 1,6 juta dolar AS pada tahun yang sama.
Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Soenoto mengatakan Indonesia harus punya desainer furniture sebanyak mungkin. Dia mencontohkan perusahaan retailer furniture punya 30 ribu deainer dan memiliki pangsa pasar internasional.
"Itu yang memadai dan optimal," kata Soenoto di sela-sela acara Pameran Furniture dan Produk Interior di Plasa Industri Kementerian Perindustrian, Rabu (5/11).
Dia menilai kendala utama para desainer yakni saat mendesain produk cepat sekali diduplikat pihak lain. Sehingga jika semula bisa menjual produk seharga 100 dolar AS bisa turun menjadi 90 dolar AS dan harganya terus turun.
"Oleh karena itu pengembangan desain tidak cukup, harus pengembangan dan perlingdungan atau development and protection, ini penting," jelasnya.
Di samping itu, dia menilai pentingnya perlindungan desain, melalui mekanisme hak kekayaan intelektual (HKI), serta asosiasi-asosiasi yang menyediakan lawyer. Sehingga jika ada yang menduplikat desain akan langsung diurus.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, mengatakan akan berupaya meningkatkan industri furniture dengan mengembangkan desain, promosi, membuat pusat desain center, peningkatan produksi, pemasaran dalam dan luar negeri, .
"Desain, kecepatan produksi dan keterampilan tangan menjadi faktor penting," ujar Panggah.
Meskipun di pasaran ASEAN, produk furniture Indonesia masih tergolong unggul dari segi harga, desain, dan kualitas.
"Kita lihat progres, kita laporkan progresnya, tentu berbagai macam inovasi, dan kebijakan agar industri bisa berkembang," imbuh Menteri Perindustrian, Saleh Husin.