Kamis 03 Apr 2025 15:24 WIB

Indef: Ekspor Tekstil hingga Furnitur RI Terancam Anjlok Imbas Tarif Baru AS

Tarif yang dikenakan AS kepada Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Asia lain.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Trump mengangkat poster yang menampilkan tarif yang dikenakan untuk berbagai negara saat pengumuman di Gedung Putih, Rabu (3/4/2025).
Foto: Carlos Barria/Reuters
Trump mengangkat poster yang menampilkan tarif yang dikenakan untuk berbagai negara saat pengumuman di Gedung Putih, Rabu (3/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif resiprokal terhadap beberapa negara mitra dagang yang dinilai telah melakukan penerapan tarif kepada barang impor dari AS sebelumnya. Direktur Program INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan kebijakan proteksionisme AS ini ditujukan untuk mendorong produksi dalam negeri, lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi AS.

"Tarif resiprokal yang diterapkan AS berkisar antara 10 persen hingga 39 persen. Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan tarif resiprokal tersebut sebesar 32 persen," ujar Eisha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (3/4/2025).

 

Selain Indonesia, tarif resiprokal juga berlaku terhadap Cina dengan 34 persen, Uni Eropa sebesar 20 persen, Vietnam dengan 46 persen, India dengan 26 persen, Jepang dan Malaysia sebesar 24 persen, Thailand sebesar 36 persen, Filipina dengan 17 persen, dan Singapura sebesar 10 persen. Eisha menyebut tarif yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang.

 

"Bagaimana dampaknya terhadap perekonomi Indonesia? Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke Cina," ucap Eisha. 

 

Eisha memprediksi penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS akan berdampak secara langsung terhadap penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Penerapan tarif, lanjut Eisha, akan menyebabkan munculnya trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi. 

 

"Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan," sambung Eisha. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement